Sunday, September 8, 2013

BIMBINGAN USG ABDOMEN IPD FK UKRIDA


ABDOMINAL ULTRASOUND

An abdominal ultrasound is a noninvasive procedure used to assess the organs and structures within the abdomen, such as the liver, gallbladder, pancreas, bile ducts, spleen, and abdominal aorta. Ultrasound technology allows quick visualization of the abdominal organs and structures from outside the body






Monday, September 2, 2013

Bimbingan Penelitian FK IPD UKRIDA: LAPORAN PENELITIAN (BAB V dan BAB VI)



BAB V
PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, didapatkan bahwa sirosis hati lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki (62,5%), usia rata-rata 51,5 tahun, dengan rentang usia antara 27-70 tahun, terbanyak 40-60 tahun (45,8%), penemuan klinis terbanyak adalah asites (83,3%), hematemesis (54,2%), dan melena (45,8%). Sebagian besar Child Pugh B (66,7%), sisanya Child Pugh C (25%). Hal ini sesuai dengan penemuan yang telah diperoleh sebelumnya.7,8,23
Dari segi pola asupan gula ternyata sebagian besar (54,2%) subyek mengaku jarang mengkonsumsi makanan atau minuman yang tinggi glukosa. Hanya 20,8% yang mengaku mengkonsumsi makanan atau minuman yang tinggi glukosa setiap hari. Fakta ini tidak sesuai dengan dugaan bahwa umumnya penderita sirosis hati akan mengkonsumsi gula secara berlebihan karena secara tradisi diyakini gula akan memperbaiki penyakit sirosis hati.
Penilaian status nutrisi pada penelitian ini didasarkan atas 3 jenis parameter yang berbeda yaitu dengan menggunakan IMT, MAMC, dan SGA. Berdasarkan IMT, didapatkan 75% subyek memiliki dengan gizi yang cukup, 12,5% gizi kurang gizi, dan 8,3% gizi lebih. Berdasarkan MAMC, didapatkan 62,5% tidak malnutrisi (normal), dan 37,5% malnutrisi ringan. Berdasarkan SGA, didapatkan malnutrisi sebesar 33,3%. Dari ketiga parameter gizi ini terlihat bahwa pengukuran status nutrisi berdasarkan MAMC tidak berbeda jauh dengan SGA (37,5% dan 33,3%), namun bila menggunakan IMT maka hasilnya malnutrisi jauh lebih rendah (12,5%). Perbedaan ini dikarenakan bias dari edema dan asites bila menggunakan IMT, sehingga pemeriksaan MAMC dan SGA lebih dipilih daripada IMT.9,10,11 
DM tipe sirosis umumnya subklinis, dan pemeriksaan glukosa puasa umumnya normal, sehingga diperlukan tes toleransi glukosa oral untuk mendeteksinya.6 Dari hasil tes toleransi glukosa oral, didapatkan 46% pasien sirosis hati di RSUD Koja juga menderita diabetes, 25% mengalami gangguan tes toleransi glukosa dan hanya 29% lainnya tidak memiliki kelainan metabolik glukosa. Compean6 mengemukakan, pada sirosis hati bisa didapatkan gangguan toleransi glukosa hingga 96%, dan 30% diantaranya diabetes tipe sirosis. Pada data kami, didapatkan gangguan toleransi glukosa sebanyak 71%, dan 65% diantaranya diabetes tipe sirosis. Dibanding data Compean, angka di RSUD lebih rendah untuk gangguan toleransi glukosa secara keseluruhan (71% vs 96%), namun yang memenuhi kriteria diabetes lebih tinggi (46% dari total subyek, atau 65% dari total gangguan toleransi glukosa). Cukup tingginya angka kejadian DM tipe sirosis ini mendukung saran dari penulis terdahulu agar dibuat pedoman tatalaksana yang lebih baik bagi penyakit ini.6
Untuk mengetahui adanya hiperinsulinemia, maka pada 24 subyek diperiksa kadar insulin puasa. Didapatkan kadar rata-rata adalah 10,2 ± 4,4 µIU/mL. Sebanyak 17 (70,8%) pasien memiliki kadar insulin puasa dalam nilai normal (2,6 µIU/mL - 24,9 µIU/mL), 4 (16,7%) dengan kadar rendah (<2,6µIU/mL) dan 3 (12,5%) memiliki kadar insulin puasa tinggi (>24,9µIU/mL). Kawaguchi12 mencatat sebanyak  57% dari penderita sirosis hati menunjukkan peningkatan resistensi insulin. Kadar insulin pada penderita DM tipe sirosis lebih tinggi dibanding DM tipe-2. Hiperinsulinemia pada sirosis hati diduga terjadi akibat kerusakan sel parenkim hati, sehingga proses degradasi insulin terganggu. Pada subyek kami hiperinsulinemia hanya didapatkan pada 12,5%. Pada tahap 2 kadar insulin puasa rata-rata kelompok DM tipe sirosis dibandingkan dengan kelompok DM tipe 2. Didapatkan rata-rata kadar insulin puasa pada pasien DM tipe sirosis 10,8±4,2 µIU/mL dan DM tipe-2 9,3±5,3 µIU/mL (p=0,5). Data ini menunjukkan adanya hiperinsulinemia relatif pada kelompok DM tipe sirosis terhadap DM tipe-2 (10,8±4,2 µIU/mL vs 9,3±5,3 µIU/mL), namun ternyata perbedaan ini secara statistik tidak bermakna. Hal ini kemungkinan karena besar sampel yang kurang, tekhik pengambilan sampel darah tidak tepat, atau tehnik pengolahan bahan tidak baik.
Selanjutnya pada kedua kelompok dinilai rasio GDPP/GDP.  Rasio GDPP/GDP yang lebih tinggi menunjukkan kegagalan insulin memasukkan glukosa kedalam sel, sehingga semakin tinggi rasio maka semakin tinggi resistensi terhadap insulin. Pada pasien DM tipe sirosis didapatkan rasio GDPP/GDP sebesar 2±0,5 dan pasien DM tipe-2 sebesar 1,5±0,4 (p=0,01).  Rasio GDPP/GDP lebih tinggi pada DM tipe sirosis, dan bermakna secara statistik.  Data ini mendukung adanya resistensi insulin yang lebih tinggi pada DM tipe sirosis dibandingkan DM tipe-2.

Beberapa kelemahan yang ditemukan selama melakukan penelitian ini adalah antara lain sulitnya mencari kelompok kontrol yang mempunyai usia sebanding, karena pasien DM tipe sirosis umumnya mempunyai usia lebih muda sedangkan DM tipe 2 mempunyai usia yang lebih tua. Untuk mengatasinya diambil rentang usia 5 tahun. Kelemahan lain adalah jumlah subyek yang sedikit, tekhik pengambilan sampel darah tidak tepat dan dilakukan oleh petugas yang berbeda-beda juga dapat mempengaruhi akurasi hasil laboratorium.


BAB VI
KESIMPULAN

1.      Pola asupan gula pada pasien sirosis hati di RSUD Koja ternyata sebagian besar jarang mengkonsumsi makanan atau minuman yang tinggi glukosa
2.      Pola klinis pada pasien sirosis hati di RSUD Koja didapatkan lebih banyak laki-laki, usia rata-rata 51,5 tahun, penemuan klinis terbanyak adalah asites, dan  sebagian besar Child Pugh B.
3.      Status nutrisi dari pada pasien sirosis hati di RSUD Koja berdasarkan pemeriksaan antropometrik MAMC, didapatkan 62,5% normal dan 37,5% malnutrisi ringan
4.      Kadar insulin puasa pada sirosis hati di RSUD Koja rata-rata 10,2 ± 4,4 µIU/mL, sedangkan hasil tes toleransi glukosa didapatkan 46% pasien menderita diabetes, 25% gangguan toleransi glukosa dan hanya 29% normal
5.      Pada pasien DM tipe sirosis didapatkan rasio GDPP/GDP sebesar 2±0,5 dan pasien DM tipe-2 sebesar 1,5±0,4 (p=0,01). 
6.      Rata-rata kadar insulin puasa pada pasien DM tipe sirosis 10,8±4,2 µIU/mL dan DM tipe-2 9,3±5,3 µIU/mL (p=0,5).


DAFTAR PUSTAKA
on request

Menyelesaikan Laporan Penelitian


Bimbingan Penelitian IPD FK UKRIDA: LAPORAN PENELITIAN (BAB IV)


BAB V
HASIL

Selama kurun waktu 5 bulan, Februari 2013 hingga Juni 2013, didapatkan 24 pasien sirosis hati yang memenuhi kriteria inklusi, 15 laki-laki dan 9 perempuan. Usia rata-rata 51,5 tahun, dengan rentang usia antara 27-70 tahun, terbanyak pada 40-60 tahun. Hasil pemeriksaan status gizi sebagian besar normal (62,5%), sisanya malnutrisi ringan (37,5%). Sebagian besar Child Pugh B (66,7%), sisanya Child Pugh C (25%). Hasil tes toleransi glukosa normal pada 29%, toleransi glukosa terganggu (TGT) 25% dan DM tipe sirosis 46%. Karakteristik keseluruhan dari subyek penelitian dapat dilihat di tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik 24 Subyek Penelitian

Karakteristik
Frekuensi (n)
Persentase (%)

Jenis kelamin

a.       Laki-laki
15
62,5

b.      Perempuan
9
37,5


Usia

a.       <40
5
20,8

b.      40-60
11
45,8

c.       >60
8
33,3

d.      Rata-rata
51,5
13


Lama Sirosis

a.       <1 tahun
13
54,2

b.      >1 tahun
11
45,8


Pola klinis

a.       Ikterik
6
25

b.      Asites
20
83,3

c.       Splenomegali
4
16,7

d.      Palmar eritem
2
8,3

e.       Caput medusa
1
4,2

f.       Melena
11
45,8

g.       Hematemesis
13
54,2

h.      Ensefalohepatik
2
8,3

Pola Asupan Gula

a.       Tidak pernah
2
8,3

b.      Jarang
13
54,2

c.       Sering
4
16,7

d.      Setiap hari
5
20,8


Kadar insulin puasa

a.       Rendah (<2.6)
4
16,7

b.      Normal (2.6 – 24.9)
17
70,8

c.       Tinggi (≥24.9)
3
12.5

Rata-rata
10,2
4,4

Hasil tes toleransi Glukosa



a.       Normal
7
29

b.      TGT
6
25

c.       DM
11
46

Status nutrisi



IMT



a.       Gizi kurang
3
12,5

b.      Gizi normal
18
75

c.       Gizi lebih
2
8,3

d.      Obes
1
4,2


MAMC

a.       Malnutrisi ringan
9
37,5

b.      Normal
15
62,5


SGA

a.       SGA A
8
33,3

b.      SGA B
8
33,3

c.       SGA C
8
33,3


Klasifikasi Child Pugh
a.       A
2
8,3

b.      B
16
66,7

c.       C
6
25



Dari 24 pasien yang diperiksa, didapatkan sebanyak 17 (71%) dari penderita sirosis hati mengalami gangguan metabolik gula, dan 7 subyek (29%) mempunyai toleransi gluosa yang normal. Dari 17 orang tersebut, sebanyak 6 subyek (25% dari total subyek, 35% dari 17 subyek) memenuhi kriteria toleransi glukosa terganggu (TGT) dan DM tipe sirosis sebanyak 11 orang (46% dari total subyek, 65% dari 17 subyek).  Gambar 1 menunjukkan proporsi DM tipe sirosis terhadap seluruh penderita sirosis hati.



Dari 11 subjek yang memenuhi kriteria DM tipe sirosis, diambil 9 orang untuk lanjut ke tahap 2. Di tahap 2, kesembilan subyek DM tipe sirosis dibandingkan dengan 9 penderita DM tipe 2 yang sama jenis kelamin dan kisaran usianya tidak lebih dari 5 tahun. Pada kedua kelompok diambil data glukosa darah puasa (GDP), glukosa darah 2 jam (GDPP), dan insulin puasa. Adanya resistensi insulin dinilai berdasarkan rasio GDPP/GDP dan kadar insulin puasa. Gambar 2 menunjukkan rasio GDPP/GDP sedangkan gambar 3 menunjukkan kadar insulin puasa pada kedua kelompok.


Dari hasil pemeriksaan, didapatkan rasio GDPP/GDP pada pasien DM tipe sirosis sebesar 2±0,5 dan pasien DMT2 sebesar 1,5±0,4 (p=0,01). Rata-rata kadar insulin puasa pada pasien DM tipe sirosis 10,8±4,2 µIU/mL dan DMT2 9,3±5,3 µIU/mL (p=0,5).