Sunday, July 31, 2016

RINGKASAN BIMBINGAN IPD 13 : PEMERIKSAAN PENUNJANG

Disampaikan oleh: dr Suzanna Ndraha SpPD KGEH


Diringkas oleh: Aini Izzati



Untuk melakukan satu-satu pemeriksaan penunjang harus disertai alasannya. Sekiranya tidak, akan sangat merugikan karena tidak kos efektif. Antara alasannya adalah :

1. Penegakan diagnosa
a. Harus difahami tipe pemeriksaan yang diperlukan sesuai kondisi klinis pasien untuk menegakkan satu-satu diagnosa.

Contoh 1 : Diabetes Mellitus (DM) : apabila positif gejala-gejala DM à cukup dengan pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS). Bila tidak disertai gejala-gejala DM à diperlukan 2 nilai. Contohnya GDS + GDPP (Gula Darah Post Prandial)

b. Harus diketahui pemeriksaan baku emas atau yang mendekatinya untuk tiap-tiap penyakit  supaya lebih mendukung diagnosa.
Contoh 2 : Demam Tifoid. Pemeriksaan penunjang demam tifoid:

-          Kultur gall : baku emas tifoid
Pasien tidak perlu puasa, dan diambil darahnya dan dikultur di media agar gall (media agar menyerupai gall : empedu). Pemeriksaan ini jarang dilakukan walaupun baku emas karena mengambil masa lama dan sering negatif.

-          IgM Salmonella : spesifisitas ~ 100%, hampir setara baku emas
-          Skala

-          Interpretasi
-          <atau sama 3

-          Negatif
-          4

-          Probable
-          >atau sama 5

-          Positif

-          Widal
Pada pemeriksaan Widal, kenaikan titer adalah yang paling menunjang untuk mendiagnosa tifoid. Sekiranya, tidak dibandingkan, titer 1/200 (~ 1/320) adalah nilai titer yang menunjang. Bila + berarti pasien telah terpapar Salmonella dalam rentang waktu 3 bulan terakhir sebelum pemeriksaan, oleh itu ada kemungkinan demam pasien saat ini bukanlah demam tifoid.

-          Kultur Tinja Salmonella Shigella (TSS). Dilakukan untuk indikasi khusus : contohnya pada pasien yang demamnya melebihi minggu ke 2.

2.      Mencari etiologi
Harus melakukan pemeriksaan yang tepat untuk mencari causa penyakit secara sistematis.
Contoh : ikterus à Bilirubin total, direk dan indirek untuk mencari causa
3.      Memprediksi tingkat keparahan (severity)
Harus memilih pemeriksaan yang tepat untuk memprediksi tingkat keparahan tiap-tiap penyakit. Contohnya Chronic Kidney Disease (CKD) à Mencari Tes Klirens Kreatinin (TKK). 2 cara mendapatkan TKK:

1.      Hitung : dengan rumus  à (140– Umur) x BB (kg) /72 x Kreatinin plasma

Oleh itu, cukup dengan mencari kadar kreatinin plasma pada pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan TKK

2. Ukur : Kreatinin Klirens. Yaitu menggunakan bahan baku : urin 24jam dicampur dengan pengawet (hanya tahan 24jam)

4.      Singkirkan DD

Menggunakan pemeriksaan sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosa banding. Contohnya : pemeriksaan ultrasonography (USG)

-          Melena (ec sirosis hepatis atau non sirosis hepatis). Ciri-ciri gambaran sirosis hepatis:
è Permukaan irregular
è Pembuluh darah vena porta melebar (diasumsikan ada hipertensi porta)
è Pembuluh darah vena hepatica mengecil

-          Congestive hepatopathy / decomp
è Vena hepatica melebar
è Vena porta normal

-          Jaundice (kolestasis ekstrahepatik/non kolestasis). Pada kolestasis ekstrahepatik :
è Pelebaran saluran ekstrahepatik : duktus koledokus (CBD) melebar à disebabkan batu/tumor kaput pankreas

-          CKD : pada CKD yang disebabkan batu
è Pada tahap awal : ukurannya masih normal (masih mungkin diperbaiki CCT). Semakin progresif : hiperekoik, pelviokalises mengecil, semakin sama dan tidak berstruktur

5.      Komplikasi dan komorbiditas
Untuk mengetahui komplikasi dan komorbiditas dari satu-satu penyakit. .

Contohnya DBD à kemungkinan efusi pleura diketahui dengan pemeriksaan USG atau Toraks Foto
Contohnya DM : 
- DMT1: seringnya komplikasi kronik belum ada saat diketahui DMT1, kerana pada rentang umur anak à bila tidak dapat insulin, langsung KAD

- DMT2: banyak komplikasi kronik, yang mana onset DM sampai mikro/makroangiopati adalah 5-10 tahun. Apabila sudah ada keluhan, kemungkinan komplikasi sudah ada. Anjuran pemeriksaan yang dilakukan:

1.  EKG : PJK –old MCI (Q patologis –QS)
2. Mikroalbuminuria: pemeriksaan paling dini untuk nefropati diabetik à menggunakan dipstick (masih awal/bisa diatasi/reversible). 
Makroalbuminuria à diketahui dengan pemeriksaan urin lengkap (UL) : protein +
Reverse makro à mikro : ACE inhibitor, ARB
ACE inhibitor : ES batuk, harus pengambilannya 3hari sekali (pasien kurang compliance)
 ARB : kurang ES seperti batuk, pengambilan sekali sehari (lebih compliance)
3. Funduskopi : retinopati diabetik
4. Thoraks foto : TB (komorbid)


6. Memantau keberhasilan terapi

7.Prognosis
Contohnya pada sirosis hepatis : menggunakan Child-Pugh Score



8.Pantau efek samping
- Pada pengobatan OAT : periksa SGOT,  SGPT (2minggu selepas pemberian obat)




RINGKASAN BIMBINGAN IPD- 13: TERAPI CAIRAN




RINGKASAN BIMBINGAN IPD- 13: TERAPI CAIRAN


Disampaikan oleh: Dr Suzanna Ndraha SpPD KGEH











Diringkas oleh: Nik Nabila














Indikasi pemasangan infus pada pasien adalah untuk tujuan:
1.       Nutrisi
Nutrisi ini perlu diberikan untuk memenuhi kebutuhan manusia yaitu:
a)      Kalori basal         :
Laki-laki:               30 kkal/kgBB
Wanita  :               25 kkal/kgBB
Dalam 3 hari pertama, kita boleh memberikan kalori di bawah kebutuhan. Pada hari pertama diinfus, kalori dapat diberikan ¼ dari kebutuhan total, Pada hari kedua, dapat diberikan ½ dari kebutuhan total dan hari ketiga dapat diberikan 75% dari kebutuhan total kalori. Tetapi, pada hari keempat, seluruh kebutuhan kalori total harus diberikan pada pasien.

b)      Protein                 : 0,8 g/ kgBB
Pada hari pertama pemberian protein dapat ditunda dulu kecuali kalau pasien tersebut malnutrisi atau mengalami hypoalbuminemia. Tetapi pada hari keempat, pemberian harus sesuai kebutuhan total protein.
Untuk memenuhi kebutuhan protein pada pasien yang hypoalbuminemia, harus diberikan cairan protein berkonsentrasi tinggi misalnya Triofusin (1000 cc = 1000 kalori). Pemberian protein konsentrasi tinggi ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga pemberiannya tidak boleh melalui vena perifer tetapi harus melalui vena sentral yaitu dengan pemasangan CVP. Batas osmolaritas cairan yang dapat masuk ke vena perifer adalah < 900 osm.

c)       Elektrolit
a.       Natrium               : 1-2 mEq/ kgBB
b.      Kalium                  : 1 mEq/ kgBB

d)      Cairan                   : 30-50 cc/ kgBB
Elektrolit dan cairan harus diberikan sesuai kebutuhan total sejak dari hari pertama pemberian.

2.       Pemberian obat
Contoh obat yang diberikan melalui infus adalah insulin, KCl, dopamine, dobutamin, aminofilin, antibiotik golongan sefalosporin (selama 1 jam pertama)

3.       Syok hipovolemik

4.       Transfusi
Komponen darah terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan plasma. Sel darah putih jarang ditransfusi karena bersifat sangat imunogenik.
a)      Sel darah merah
a.       Whole blood : Perdarahan akut
b.      Washed PRC: Incompatible major (AIHA)
c.       PRC biasa: Anemia kronik
d.      Leukocyte depleted : Reaksi imunologik

b)      Trombosit
a.       Trombocyte concentrate
·         Indikasi transfusi trombosit adalah:
-          Gagal sumsum tulang
a.       Target Tr > 20,000 tanpa resiko perdarahan
b.      Target Tr > 50,000 dengan resiko perdarahan
     Reaksi imunologi misalnya penyakit ITP dan DBD bukan merupakan indikasi transfusi trombosit. Tapi, pada DBD trombosit diberikan kalau terjadi perdarahan masif (hematemesis melena) dengan Tr < 100,000. 1 unit TC dapat menaikkan trombosit sebanyak 10,000.
c)       Plasma
a.       FFP: diberikan pada pasien defisiensi faktor koagulasi
b.      Plasma biasa:
  •  tidak ada faktor koagulasi
  • mengandungi albumin
  • berfungsi sebagai koloid tapi jarang diberikan karena sudah ada koloid sintetik.

Contoh kasus:
1.  Seorang laki-laki usia 22 tahun, berat badan 66 kg dengan diagnosis ileus, puasa total. 
Apakah rancangan infus yang diberikan pada pasien ini pada hari pertama?

Jumlah kebutuhan pasien:
Cairan   : 1980 – 3300 cc/hari
Kalori   : 1980 kkal/hari
Protein  : 53 g/hari
Na+       : 66 – 132 mEq/hari
K+         : 66 mEq/hari

1 kolf Triofusin E 1000: 2 kolf Dx 5% : 1 Kalbamin: 1 kolf NaCl 0,9% + KCl 25 % diberi dalam 24 jam

Nama cairan
Jumlah cairan (cc)
Kalori (kkal)
Protein (g)
Natrium (mEq)
Kalium (mEq)
Osmolaritas (osm)
Triofusin E 1000
500
500
-
40
15
1600
Dextrose 5%
1000
200
-
-
-
278
Kalbamin
500
200
50


800
NaCl 0,9 % + KCl 25 %
500
-
-
77
25
300
Jumlah
2500
900
50
117
40
2978

Instruksi infus pasien:
Infus 1 kolf NaCl 0,9 % dengan KCl 25 % 20 tpm
Selanjutnya dibuat 2 cabang infus:
Cabang 1: TFE 1000 : Kalb = 1:1 tiap 8 jam berikutnya
Cabang 2: 2 kolf Dx 5% tiap 8 jam berikutnya

2. Seorang laki-laki usia 23 tahun, berat badan 80 kg dengan keluhan mual muntah, tidak nafsu makan datang ke IGD. Apakah rancangan infus pasien ini saat di IGD?
Jumlah kebutuhan pasien:
Cairan   : 2400 cc/hari
Kalori     : 2000 kkal/hari
Protein : 64 - 80  g/hari
Na+         : 80 - 160 mEq/hari
K+            : 80 mEq/hari

2 kolf RL + 2 KCl 25 % : 2 kolf Dextrose 10% dalam 24 jam

Nama cairan
Jumlah cairan (cc)
Kalori (kkal)
Protein (g)
Natrium (mEq)
Kalium (mEq)
Osmolaritas (osm)
RL 0,9 % + KCl 25 %
1000
-
-
130
50
273
Dextrose 10%
1000
400
-
-
-
506
Jumlah
2000
400
-
117
50
779

Instruksi infus:
Pasien diberikan infus 2 kolf RL + 2 KCl 25 % : 2 kolf Dextrose 10% 24 tpm

·                     Pasien tidak diberikan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhannya karena dianggap bahwa pasien masih bisa makan dan minum. Diharapkan sisa cairan dan elektrolit yang tidak tercukupi melalui infus dapat terpenuhi melalui asupan nutrisi peroral.

Monday, July 25, 2016

RINGKASAN BIMBINGAN IPD-13: CASE REPORT



BIMBINGAN CASE REPORT

dr Suzanna Ndaraha Sp.PD, KGEH, FINASIM


 Diringkas oleh: Elchim Reza Rezinta

Catatan penting untuk pembuatan  case report: 
  1. Judul dari case report tidak harus selalu sama dengan judul dari presentasi kasus, jadi tidak semua judul diagnosis diambil cukup hanya salah satu diambil dari yang paling penting. Karena makin terfokus makin bernilai case report itu.
  2. Dalam pemberian nama yang dicantumkan yang berkontribusi dalam pembuatan case report, ada superscript angka. Kalau masih satu institusi tidak diperlukan angka yang dibedakan, tetapi kalau dari dua institusi yang berbeda harus dipisah angka satu dan dua.
  3. Jumlah kata dalam abstrak yang dicantumkan tidak boleh melebihi dari 250 kata. 
  4. Kata kunci atau keyword antara tiga sampai lima kata, disini kata yang digunakan adalah kata yang paling penting diulang dalam penulisan.
  5. Akronim walaupun dari istilah bahasa asing tidak italic tetapi tetap tegak, kalau bahasa asing baru dibuat italic.
  6. Pendahuluan adalah referat yang disingkat maka dalam isi pendahuluan harus terdapat anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan labolatorium, diagnosis dan terapi. Dan juga dicantumkan rujukan pustaka.
  7. Tabel hanya boleh terdapat tiga garis horizontal tidak boleh ada garis vertical ini adalah standart internasional untuk publikasi. Garis horizontal hanya ada di pembuka judul, penutup judul dan penutup tabel.
  8. Judul tabel berada diatas tabel dan judul gambar ada dibawah gambar.
  9. Didalam pembuatan case report ini dalam membuat point sebaiknya tidak memakai bullets (●, ○, etc) karena bukan standart dalam pembuatan ilmiah. Bullets standart yang masih lazim digunakan adalah strip (-).
  10. Dalam laporan kasus harus terdapat anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, diagnosis dan juga terapi. Sebaiknya setiap alinea disini hanya membahas satu topik.
  11. Diskusi dalam case report disini dimasukkan apa saja yang dibicarakan saat presentasi kasus seperti ada pertanyaan dan narasumber yang membahas. Setiap diskusi harus membandingkan kasus yang kita buat dengan tulisan literature yang telah di publish yang layak dijadikan acuan. Maka dalam pembahasan diskusi harus ada rujukan pustaka. 
  12. Dalam pengurutan daftar kepustakaan harus selalu urut dimulai dari nomor satu. 
  13. Daftar pustaka minimal terdapat enam rujukan dengan sumber rujukan maksimal 10 tahun yang lalu. 
  14. Pembuatan kolom dalam case report tidak terlalu berpengaruh dalam penambahan nilai, satu ataupun dua kolom bukan alasan penolakan untuk redaksi majalah.