Saturday, August 20, 2016

RINGKASAN BIMBINGAN IPD-13 TERAPI INSULIN


BIMBINGAN TERAPI INSULIN
dr Suzanna Ndaraha Sp.PD, KGEH, FINASIM


Diringkas oleh: Elchim Reza Rezinta

Seseorang dikatakan DM apabila memenuhi 2 syarat:

  •  Kadar gula darah lebih dari 300
  • Ada gejala (poliuri, polidipsi, polifagi)
Contoh kasus ada seorang wanita usia 65 tahun, tidak memiliki riwayat DM sebelumnya. Tidak sengaja memeriksakan gula darah di puskesmas dan hasilnya adalah DM. Apa langkah terapi yang diberikan?

  • Lifestyle, bisa diperbaiki dimulai dari gaya hidup selama ± 2 minggu. Kalau tidak ada perubahan bisa melanjutkan dengan OHO
  • 1 OHO, lini-1 adalah Metformin. Dulu, dalam pemilihan OHO lini-1 dilihat dari kondisi orangnya seperti apa. Jika orang gemuk maka pilihan pertamanya adalah Metformin, tetapi jika orang kurus pilihan pertama adalah sulfonil urea. Tetapi sekarang lini-1 selalu menggunakan Metformin kecuali ada kontraindikasi (penyakit hati kronis dan gangguan GI tractus) baru dipakai jenis sulfonil urea. Jika belum terkendali juga maka masuk lini ke-2 
  • Lini ke-2 disini menggunakan minimal 2 OHO atau 1 OHO dengan insulin basal.
 Tanpa kita makan didalam tubuh kita ini juga terdapat glukosa dalam darah yang disebut glukosa basal, untuk menangani glukosa basal pun kita memakai insulin basal. Konsep insulin basal disini gula yang dibentuk didalam darah bukan karena makanan, tetapi karena hepatic glucose production. Hati ini memiliki cadangan gula (glikogen) yang selalu akan melepaskan untuk mempertahankan insulin basal. Insulin basal disini flat 24 jam. Sedangkan insulin yang mengendalikan makan adalah Insulin bolus atau prandial.
Pasien yang hipoglikemi biasanya minum jenis obat sulfonil urea. Lalu pasien yang tidak DM, tidak makan tapi bisa hipoglikemi? Pasien yang gagal hati disini dia tidak makan tapi bisa hipoglikemi karena tidak ada hepatic glucose yang production yang adekuat sehingga tidak makan dalam jangka waktu tertentu, prandial tidak terjaga jadi hipoglikemi. Insulin oral atau prandial disini untuk mengembalikan gula makan. Apakah ada insulin prandial yang bisa mengendalikan basal insulin limit?

  1. Drip insulin R 1U/Jam disini adalah dosis untuk 1 unit per jam untuk mengembalikan basal insulin. Jadi kalau dia tidak makan apapun juga butuh 1 unit untuk basal insulin limit normal orang DM. Paling tepat diperiksa pagi hari sebelum makan pagi, idealnya kadar < 110.
  2. Insulin intermediate/ Long acting, sansulin N 1 x 10 (Humulin N) ini basal. Kalau gula prandial Sansulin R 3x10.
Insulin basal diberikan sebelum tidur untuk mengendalikan gula sepanjang malam. Kalau insulin prandial disini orang makan gula naik makanya diberikan insulin prandial. Ada yang namanya insulin basal bolus yaitu dicombine Insulin N 1x10 dan Insulin R 3x10. Kita akan membahas satu persatu jenis golongan obat yang dipakai dan mekanisme kerjanya seperti dibawah ini:

  • Metformin (Biguanid) obat ini meningkatkan hepatic glucose production dengan cara 1.) meningkatkan produksi, 2.) meningkatkan sensitifitas sel reseptor di perifer (sel otot, lemak) ini yang utama karena sangat mebutuhkan gula atau makanan. Metformin tidak membuat hipoglikemi disini karena hanya mencegah kenaikan gula darah akibat kerja hati tapi tidak menurunkan gula darah.
  • Glimepirid (Sulfonil urea) obat ini merangsang sekresi insulin yaitu yang di β-pankreas. Makanya obat ini bisa membuat hipoglikemi karena obat ini bekerja langsung untuk merangsang produksi insulin.
  • Acarbose disini kerjanya menghambat penyerapan glukosa jadi efek sampingnya disini pasien banyak kentut, diare, perut tidak enak karena efek kerjanya supaya tidak menyerap sehingga dibuang karbohidratnya. Selain itu ada juga obat yang menerap lemak yaitu senikel.
Untuk menentukan berapa banyak kita memberikan obat untuk pasien ada 2 cara:

  • Fix dose, untuk mengendalikan gula darah bukan tergantung berapa kadar gula darah saat itu tetapi dosisnya sudah ditentukan dari awalnya. Jadi untuk tau berapa dosis yang ditentukan periksa kurva gula darah harian (KGDH) yang diperiksa sekitar (1-2 kali seminggu) lalu akan diperbaiki saat hasil KGDH keluar. Kalau hasilnya tidak terlalu bagus bisa di adjust sampai 3 kali seminggu. Dan menaikkan insulin per angka 5 (10,15). Tidak logis combine sulfonil urea dengan basal bolus karena kita harus mengkombinasikan OHO dengan mechanisme yang berbeda  (Metformin dan Acarbose).
KGDH → 06 (Hepatic glucose production
                  11 (Bawah ini tergantung dia makan sebelumnya)
                  16

  • Sliding scale atau correction dose ini adalah cara memberikan dosis insulin yang dosisnya tergantung dari kadar gula darah saat itu. Periksa sliding scale setiap 6 jam karena jarak dari 1 prandial lain ke prandial lain 6 jam (6 jam - 6 jam – tengah malam). Cek ini harus selalu berikan pre prandial, tidak boleh diberikan  1 jam sesudah makan karena habis makan itu gula masih meningkat nanti bisa hipoglikemi. 
    Indikasi untuk sliding scale:
a.       Gula darah sangat tinggi
b.      Makan tidak jelas (Asalnya tidak habis atau tidak tau darimana)
c.       Operasi karena harus menurunkan dengan cepat
d.      Pasca KAD.

Kelemahan:
a.       Diambil bukan preprandial (hasilnya habis makan jadi salah)
b.      Mulai ditinggalkan jadi diambil dari protocol drip yang baru

            Pasien dikatakan Ketoasidosis diabetikum (KAD) jika:

  • GDS >300
  • Aseton (+)
  • Asidosis metabolic tidak terkompensasi (ph darah turun)

Pada Analisis Gas Darah
Ph                    < dari normal                                                   < dari normal
PCO2                                                                                         
PO2                      
HCO3                                                                                        
                        Asidosis Respiratorik                                    Asidosis Metabolik
Disini bukan diterapi dengan biknat, tapi harus                     Koreksi biknat
Dibuka jalan nafasnya supaya CO2 keluar pada                     Ph < 7,1→ terapi biknat
Keadaan paru obstruktif (PPOK) dengan memberikan          Ph > 7,1 → tidak dikoreksi biknat

  1. Nebulizer
  2. Aminofilin
  3. Steroid  
Paling banyak asidosis karena Chronic Kidney Disease (CKD) karena fungsi ginjal dimana untuk mengekskresikan zat sisa metabolisme (sisa sampah) dalam tubuh tidak terbuang sehingga ada asam disini yang tertimbun maka ph darah juga menjadi asam. Menetralisir Ph darah pada CKD  dengan memberikan biknat. Berikan dosis penuh biknat pada CKD.
            Berikan dosis penuh biknat pada CKD jika penyebab Asidosisnya menetap maka biknat 10. Ada juga penyebab asidosis yang tidak menetap disini  yaitu asidosis temporer dengan memberikan biknat setengah dose, seperti:

  1. GGA
  2. Dehidrasi/syok
  3.  Intoksikasi alcohol
Sedangkan pada KAD berikan biknat hanya 50 meq/L, kenapa kita berikan sangat sedikit? Jadi saat kita perbaiki cairan gulanya dengan segera maka Ph itu menjadi normal kembali. Dalam KAD pemberian setiap 12 jam. Insulin 5U/jam harus di adjust, kita mengetahui itu kurang atau lebih adalah dengan cek gula darah dengan mengecek GDS tiap jam. Caranya adjust adalah kalau belum turun <<300 naikkan terus 5U..6U..7U..8U.. sampai kadar gulanya normal karena maksimal insulin adalah non limit. Kalau sudah tercapai < 300 dibuat sliding scale (SS) dengan hari-1 basal 1-2 U/jam tiap 4 jam dikoreksi, bolus koreksi tiap 4 jam pada hari-1 selesai drip. Kalau sudah tercapai <300, masukkan protokol yang baru adjust dengan GDS 4 jam. Kalau untuk ini adjustnya yang dinaikkan tetesan dripnya, tinggal menaikkan tetesan drip 1U/2U/3U. Tetapi kalau sliding scale dripnya flat seperti 1 U/jam tiap 4 atau 6 jam diberikan bolus subkutan :
< 150               : 0 U
150-200           : 2 U
200-300           : 3 U
>300                : 4 U
Kapan memakai ini? 

  1. Pasien yang mau dioperasi
  2. Susah dibawah 300
-     Kalau protocol <200 dalam 24 jam, masukkan SS atau langsung fix basal bolus 
    Indikasi insulin:

  1. Gagal OHO
  2. Infeksi akut berat, infektif (ulkus DM, KAD, pneumonia dan TB) Non infektif (gagal jantung,stroke)
  3. Hamil
  4. Gagal ginjal terminal dan gagal hati terminal
  5. DM tipe-1
  6. Perioperative
  7. Underweight, karena DM nya untuk meningkatkan berat badan setelah itu stop insulin
Insulin basal bolus rumus untuk menetukan dosis awal insulin adalah 0,5 U/KgBB lalu dibagi 60% prandial dan 40% basal. Selalu start mulai dari dosis yang rendah sampai yang tertinggi dinaikkan dosisnya perlahan. Sebagai contoh seorang BB 60 kg berapa dosis insulin yang dibutuhkan.
= 60 x 0,5U
= 30 U dibagi 60% dari 30 U = 18 U (6 U pagi, 6 U siang, 6 U malam)
                       40% dari 30 U = 12 U
            Insulin premix disini cairannya itu dicampur ada insulin basal dan prandial. Bisa disuntik 2 kali perhari jika kelebihan, dan bila kekurangan bisa dikendalikan dengan Lantus. Tidak boleh digunakan saat bulan puasa.

Dosis basal (0,1- 0,2 U) diabgi 2 pagi dan malam. Sebagai contoh 60 x 0,2= 12 diabgi (6 pagi dan 6 malam).
Awal: San N 1 x 10 (jam 20.00)
           San R 3 x 5   ( 1 x5 jam 06.00, 1 x5 jam 11.00, 1x5 jam 16.00)
GD      06        315      san N 1x12
            11        290      san R 3x10 (1x10 jam 06.00, 1x10 jam 11.00, 1x10 jam 16.00)
            16        250
Kalau pas di cek jam 22.00 GD drop? Turunkan san R yang malam saja
            San N 1x12 jam 21.00
            San R 1x10 jam 06.00, 1x10 jam 11.00, 1x8 jam 16.00
 

 

Sunday, August 14, 2016

RINGKASAN BIMBINGAN IPD 13 : EKG


Dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD, KGEH, FINASIM














Diringkas oleh : Aini Izzati binti Abd Gaffar













EKG terdiri daripada 12 sadapan yang diinterpretasi :


Dalam membaca EKG, kita mesti minimal menguraikan dan mengindentifikasi 8 hal :

1. Irama
2. Rate
3. Axis
4. Gelombang P
5. Interval PR
6. Kompleks QRS
7. Segmen ST
8. Gelombang T

________________________________________________________________________________


EKG Normal

Gelombang EKG normal terdiri daripada 

1. Irama

Irama jantung yang normal dikenal sebagai irama sinus. Ciri irama sinus adalah :
  • each P followed by QRS complex
  • P wave normal for the subject
  • P wave rate 60-100 bpm with <10% variation ; if >10% : arrythmia
Pada laju <60bpm, disebut sinus bradikardi dan >100bpm, disebut sinus takikardi. 
Irama yang terbentuk juga harus diperhatikan apakah reguler ataupun tidak dengan melihat gelombang R atau P. Interval R-R atau P-P harus sama/konstan. 

2. Rate (frekuensi/laju denyut jantung)

Ada beberapa cara menghitung rate pada EKG, yaitu :
  • 300/RR (kotak besar)
  • 1500/RR (kotak kecil)
3. Aksis
Aksis normal : gelombang positif pada sadapan I dan aVF
Aksis deviasi ke kiri (LAD) : gelombang negatif pada aVF dan positif pada I
Aksis deviasi ke kanan (RAD) : gelombang negatif pada sadapan I dan positif pada aVF

- RVH, PPOK

4. Gelombang P

Gelombang P paling jelas dibaca di sadapan I dan II. Pada gelombang P, terdapat 2 kelainan yang diperhatikan :
  • P-Pulmonale : gelombang P lebih tinggi dan lancip. Sering pada hipertrofi atria kanan dan pda kondisi hipertensi pulmonal. 
  • P-Mitral : gelombang P lebih lebar dengan puncaknya bergelombang. sering ditemukan pada kondisi gangguan katup mitral. 
5. Interval PR

Interval PR yang normal adalah 0.12s - 0.20s yaitu 3-5 kotak kecil
Interval PR memanjang didapati pada kondisi AV blok derajat 1 dan memendek pada sindrom WPW. 

6. Kompleks QRS

Kompleks QRS yang normal adalah <0.12s yaitu kira-kira 3 kotak kecil. 

Antara kelainan yang didapatkan pada kompleks QRS adalah kompleks QRS lebih besar, lebih lebar. Antaranya dapat terjadi pada kondisi ekstrasistol terbagi atas Ventricular extrasystole (VES) dan Supraventricular extrasystole (SVES). Akan ditemukan nadi prematur, yaitu nadi yang muncul lebih cepat dari biasanya. Jika VES muncul >5 kali dalam kiraan 1 menit, berisiko berlanjut ke VT dan VF lalu cardiac arrest. Pada blok Jantung :
        • RBBB - pada V1 dan V2 ditemukan m-shape, rsR/RsR. Sering disebabkan CAD, RVH (kelainan paru yang berlanjut efek ke jantung)
        • LBBB - pada V1 didapatkan gelombang S dominan dan pada V1,V2 didapatkan ST elevasi.
Pada kondisi hipertrofi :
      • LVH : R (V5,V6) + S (V1) = >35mm / >7 kotak besar. Ditemukan biasanya pada pasien hipertensi (HHD)
      • RVH : Dihitung rasio R/S pada :
        • V1 : > 1 (normalnya ke atas)
        • V5,V6 : <1 (normalnya ke bawah)
Dapat juga ditemukan Q patologis. di mana gelombang Q tidak diikuti R. Hal ini menandakan bahwa terdapat old MCI

7. Segmen ST

Normalnya segmen ST datar, pada garis isoelektrik. 2 kelainan yang terjadi pada segmen ST :
  • ST depresi : menandakan miokard iskemik atau efek dari digoksin atau hipertrofi ventrikular. sekiranya terjadi pada V2-V5, menandakan terjadinya UAP.
  • ST elevasi : menandakan MCI akut atau LBBB.Sekiranya terjadi pada VI-V2, menandakan terjadi pada area anteroseptal, dan pada V1-V4 pada area anterior. 
8. Gelombang T
  • Tall T : hiperkalemi, MI hiperakut
  • Small, flattened, inverted T : iskemia, efek digoksin, LVH  


Rangkuman bimbingan IPD 13 : Hipertensi

Rangkuman bimbingan IPD 13 : Hipertensi

Disampaikan oleh:
dr. Suzanna Ndraha. SpPd. KGEH.


Dirangkum oleh:
Kelvin Wilbent Daffa

Hipertensi adalah suatu keadaan tekanan darah sistolis diatas 140 mmHg, dan tekanan darah diastol diatas 90 mmHg. Tentunya dalam praktik sehari-hari ketika kita sedang berpraktik dan mendapatkan tensi seseorang yang tinggi kita tidak dapat semerta-mertaengatakan orang tersebut terkena hipertensi. Ada banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah kita yang secara fisiologis memang terjadi. Diantaranya seseorang yang sedang mengalami stress psikis, seusai melakukan excersise, dll. Keadaan tensi yang tinggi ini dapat normal kembali dengan sendirinya jika sudah tidak ada faktor yang mempengaruhinya lagi. Kondisi tekana darah yang naik turun secara temporer disebut hipertensi reaktif. Jadi ketika kita dalam praktik menemukan tensi seseorang tinggi, kita harus lebih dalam menganamnesis dan menganalisa lagi apakan ini benar benar hipertensi atau hanya sekedar hipertensi reaktif. Jika dalam anamnesis didapatkan memang dari dulu pasien tersebut selalu tinggi tensinya, ditambah usia yang mungkin sudah tua. Bisa kita curigai memang pasien tersebut sudah terkena hipertensi. Hal ini cukup penting dalam menentukan seseorang memang hipertensi atau tidak, karena sekali seseorang terdiagnosa hipertensi maka orang tersebut haru meminum obat anti hipertensi untuk dapat mengontrol tekanan darahnya. Namun jika pada anamnesis tadi dikatakan tidak pernah mengalami hipertensi sebelumnya, sebaiknya jangan terlalu cepat memberikan terapi. Coba dengan mengubah gaya hidupnya terlebih dahulu dan mengobservasinya kembali, karena kemungkinan hal tersebut hanya sekedar hipertensi reaktif.

Hipertensi terkadang banyak disepelekan banyak orang, dan banyak orang tidak sadar dan tidak perduli kalau mereka terkena hipertensi. banyak orang yang tahu bahwa tekanan darahnya tinggi namun tidak memperdulikannya karena merasa tidak ada gejala ataupun keluhan pada tubuhnya. Padahal Hipertensi memang tidak memberikan gejala yang khas namun hipertensi merupakan suatu faktor resiko berbagai penyakit kronik yang berat. Diantaranya kelainan kardiovaskular, kelainan ginjal, kelainan retina, dll. Dengan kita dapat mengontrol tekanan darah pasien kita, maka kita dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari pasien kita. Hipertensi  dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder.

Hipertensi primer

Hipertensi primer merupakan sekitar 90% kasus hipertensi yang ada. Hipertensi primer adalah suatu keadaan hipertensi dimana tidak ada penyakit yang mendasari pada pasien atau bisa dikatakan tidak begitu jelas patofisiologinya. Biasanya terkait usia dan berjalan seiring pertambahan usia. dimana hipertensi primer biasanya muncul pada orang-orang usia diatas >40 tahun. Dimana pada usia tersebut secara fisiologis mulai banyak terjadi proses degenerasi pada berbagai organ tubuh seseorang. Pada hipertensi ini pula juga biasanya ada faktor resikonya. Berbeda dengan hipertensi sekunder, dimana ada penyakit yang mendasari yang menyebabkan hipertensi. Hipertensi primer mempunyai faktor resiko dimana menjadi suatu komorbid atau juga merupakan faktor yang meningkatkan resiko seseorang terkena hipertensi jika faktor-faktor tersebut ada. Diantaranya adalah genetik, usia, dislipidemia, as urat, dan gaya hidup.

Hipertensi sekunder

Merupakan suatu keadaan hipertensi dimana ada penyebab penyakit yang mendasari sehingga penyakit tersebut membuat penderitanya menjadi hipertensi. Hipertensi ini bisa terjadi pada orang-orang usia muda atau tua. Artinya tidak selalu pada usia tua seperti hipertensi primer. Bisa saja orang usia muda dibawah 40 tahun bisa terkena. Dan justru ketika ada seseorang usia muda terkena hipertensi, kita harus sangat curiga dan ekstra hati-hati karena kemungkinan besar ada penyakit yang mendasari pada pasien tersebut. Dengan kita bisa mencari dan mengobati penyebab causatifnya dan menterapi sejak dini, maka dapat mencegah atau memperlambat  berbagai keadaan yang buruk dari pasien. Tentunya kita juga dapat meningkatkan kwalitas hidup pasien dan mencegah dari berbagai penyakit dan komplikasi lain.

Beberapa penyakit penyebab hipertensi sekunder diantaranya :

- Berbagai kelainan ginjal seperti : glomerulo nefritis, cushing disease, feakroma, dan ckd
- lalu kelainan tiroid seperti : hipertiroidisme .
Algoritma penatalaksanaan hipertensi diatur dalam JNC. Banyak textbook yang masih memakai JNC 7, namun sebenarnya sudah ada JNC 8 yang release tahun 2014. Hanya ada sedikit perbedaan pada keduanya.



Pada JNC 7 ketika kita sudah menetapkan seseorang hipertensi, pada awalnya kita coba ubah gaya hidup pasien tersebut terlebih dahulu, jika target tidak terpenuhi baru mulai masuk dengan menggunakan obat-obatan. Sebelumnya kita bagi dahulu dengan yang memiliki penyakit penyerta atau yang memiliki komorbid dengan yang tidak. Jika tanpa komorbid pada stage 1 kita bisa memilih 1 obat diantara ACE inhibitor, ARB, CCB, atau beta bloker. Lalu pada stage 2 adalah diuretik ( yang dipakai untuk hipertensi HCT ) + salah satu dari obat stage 1. Namun jika ada komorbidnya adalah dengan kombinasi obat penyakit penyertanya.


Pada JNC 8 hanya sedikit berbeda, diantaranya yang pertama pada JNC 8 target tekanan darahnya dibagi berdasarkan umur. Untuk usia <60 tahun targetnya adalah 140 mmHg. Sedangkan untuk >60 tahun targetnya adalah 150 mmHg.  Lalu pada JNC 8 pada lini 1 tidak dipakai obat-obatan Beta bloker. Lalu pada JNC 8 juga untuk usia 75 tahun keatas lebih disarankan CCB dan thiazid. Dan satu lagi pada JNC 8 memastikan bahwa ACE Inhibitor tidak boleh digabung penggunaannya karena memiliki cara kerja yang sama.

Dalam praktik sehari-hari banyak golongan-golongan antihipertensi yang sering digunakan. Diantaranya :

Golongan Ace inhibitor, seperti captopril dengan dosis 12,5 mg dan 25 mg dimana merupakan golongan lama yang harus diminum 2-3 kali sehari. Efek sampingnya adalah batuk dan dengan kontra indikasi mutlak pada wanita hamil dan kontra indikasi relatif pada ckd karena pada sejarahnya dapat memperburuk keadaan ckd yang dikarenakan stenosis arteri renalis seseorang. Namun ada golongan Ace inhibitor baru seperti ramipril yang dapat diminum sehari sekali sehingga kepatuhan pasien yang harus minum jangka panjang lebih baik.

Golongan ARB, seperti candesartan dosis 8 mg dan 16 mg. Efek samping sama dengan Ace inhibitor namun sangat minimal, kontra indikasi juga pada hamil karena belum ada penelitiannya. Namun tidak kontra indikasi dengan pasien CKD.

Lalu golongan betabloker, seperti propanolol untuk golongan lama dan bisoprolol. Efek samping bronkrospasme dan kontraindikasi asma. Propanolol sudah tidak dipakai lagi untuk menurunkan hipertensi, namun pada prakteknya masih bisa kita pakai untuk orang sirosis hepar agar menurunkan hipertensi portal. Dosis yang dipakai adalah dosis yang tidak menurunkan tensi. Lalu juga pada orang dengan penyakit tiroid untuk menurunkan takikardi. Namun selama masih mengalami takikardi saja.

Golongan diuretik. Yang kita kenal adalah furosemid, spironolacton, dan hidroclorothiazid. Namun dari ke 3 ini hanya thiazid yang di rekomendasikan untuk hipertensi dengan dosis 25 mg sehari sekali pagi hari. Namun thiazid memiliki efek samping yang memperburuk fungsi ginjal. Kontra indikasi absolutnya adalah hamil.

Golongan CCB, untuk golongan lama yaitu nifedipin dengan dosis 30 mg 3-4 kali sehari. Dengan efek samping takikardi. Kontraindikasi adalah decomp jantung. namun obat ini bisa dan sangat populer aman untuk orang hamil. dan golongan baru yaitu seperti amlodipin.

Alfa bloker sentral, seperti clonidin. Dengan dosis 75 microgram dan 100 microgram 2-3 kali sehari. Efek sampingnya atau mungkin komplikasinya dapat dikatakan dapat menyebabkan rebound. Pada pasien ini jika obatnya putus atau berhenti tensi pasien bisa meningkat dengan drastis dan mendadak. Kontra indikasinya pada orang dengan gangguan kesadaran atau ssp.

Lalu Metil dopa, dosis 250 mg diminum 3 kali sehari. Namun obat ini membuat ngantuk sehingga jarang diberikan. Kontraindikasi pada orang-orang yang tidak boleh mengantuk dalam bekerja seperti pilot, supir, dll. Namun aman bagi pasien hamil.

Alfa bloker, seperti terasosin. Walaupun efeknya tidak terlalu kuat untuk hipertensi namu alfabloker menghambat progresivitas hipertrofi prostat.

Saturday, August 6, 2016

RANGKUMAN DIABETES & DYSLIPIDEMIA: Penanganan Dini

RANGKUMAN DIABETES & DYSLIPIDEMIA: Penanganan Dini

Disampaikan oleh: Dr. Benny Santosa, SpPD-KEMD 

Diringkas oleh: Nik Nabila

Secara epidemiologi berdasarkan International Diabetes Federation 2013, prevalensi diabetes mellitus (DM) di Indonesia adalah sekitar 8,5 juta orang. Namun pada tahun 2014, jumlah pasien meningkat ke 9,116 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2035, prevalensi DM di Indonesia menjadi 14,152 juta.

Faktor resiko DM termasuklah:
i.             Usia
ii.            Jenis kelamin
iii.           Riwayat penyakit DM tipe gestasional
iv.          Riwayat keluarga dengan DM
v.           AKtivitas fisik
vi.          BMI

DM dapat diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, DM tipe 2 dan DM gestasional. Perbedaan DMT1 dan DMT2 dapat dilihat pada tabel di bawah:


DMT1
DMT2
Patofisiologi
Destruksi sel β, defisiensi insulin absolut
Resistensi insulin dengan defisiensi insulin atau defek sekresi insulin dengan resistensi insulin
Usia
Semua
> 30 tahun
Berat Badan
Kurus
Obese
Onset
Cepat
Lama
Simptom
Hiperglikemia, ketosis
Klasik
Terapi
Insulin
Mungkin memerlukan insulin

Terdapat berbagai organ tubuh yang berperan dalam regulasi kadar glukosa dalam darah. Saluran cerna berfungsi untuk mengabsorbsi makanan dan memproduksi hormon incretin yang bertujuan menginduksi sekresi insulin. Organ pancreas memproduksi insulin yang membantu meningkatkaln penyerapan glukosa Selain itu, pancreas juga memproduksi glucagon yang membantu menghasilkan glukosa pada saat puasa dengan mengubah glikogen menjadi glukosa. Hati berfungsi menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen. Otot juga berperan dalam regulasi gula darah. Otot menjadi organ utama untuk metabolism glukosa yaitu sekitar 70-80 % dengan bantuan insulin.

DMT1
DMT1 adalah penyakit yang didasari oleh imunologi dan genetik dengan periode asimptomatik yang lama. Cara untuk membantu mendeteksi DMT! adalah dengan deteksi autoantibodi yang merusak sel β. > 90 % pasien yang baru terdiagnosa DMT1 mempunyai ≥ 1antibodi yang bersirkulasi dia dalam darah. Nilai ≥ 2 mengindikasikan bahwa pasien mempunyai resiko menderita DMT1 dalam waktu 5 tahun.

DMT2
Terdapat dua faktor penting yang saling berinteraksi dalam patofisiologi DMT2 yaitu faktor genetik dan faktor environmental. Faktor genetik menyebabkan defisisensi insulin sedangkan faktor environmental menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin ini yang mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi glukosa di dalam hati dan jumlah uptake glukosa dalam otot berkurang sehingga kedua hal ini akan menyebabkan peningkatan gula darah di dalam tubuh.

Manifestasi Klinis DMT1 dan DMT2

DMT1
DMT2
Sering BAK
Salah satu dari gejala DMT1
Sering haus
Infeksi berulang
Kelaparan
Penurunan visus
Berat badan menurun drastis
Luka yang sulit sembuh
Sangat lemas
Kesemutan

Kriteria Diagnostik DM berdasarkan PERKENI 

Gejala klasik DM + GDS ≥ 200 mg/dl

                    atau

Gejala klasik DM + GDP ≥ 126 mg/dl

                    atau

GD2PP ≥ 200 mg/dl

DM Gestasional
Deteksi dan diagnosis:
1.   Skrining dilakukan pada ibu hamil yang mempunyai faktor resiko menderita DMT2 pada saat pertama kali ke dokter dengan menggunakan kriteria diagnostic standar
2.   Pada ibu hamil yang tidak mempunyai riwayat DM, skrining dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu dengan menggunakan OGTT 75g
3.   Setelah melahirkan, skrining harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis DMT2. Pemeriksaan dilakukan 6-12 minggu postpartum dengan menggunakan pemeriksaan selain HbA1C.
4.   Wanita dengan riwayat DM gestasional harus dilakukan skrining berterusan minimal setiap 3 tahun.

Impaired: Fasting Glucose & Glucose Tolerance
·        Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
= Gula darah 100 – 125 mg/dl setelah 8 – 12 jam puasa
·       
         Toleransi glukosa Terganggu (TGT)
= Gula darah 140 – 199 mg/dl selama 2 jam OGTT

Pencegahan DM berdasarkan PERKENI

Deteksi awal
Perubahan Gaya Hidup
Terapi Farmakologi
Monitor Faktor Resiko
Populasi beresiko tinggi < 30 tahun

· Riwayat keluarga
· CVD
· Gaya hidup sedentary
· IFG atau IGT
· Hipertensi
· Hipertrigliseridemia, HDL ↓
· Riwayat DM gestasional
· Riwayat melahirkan anak > 4000g
· PCOS
- Diet DM
- Aktivitas fisik
- Penurunan berat badan

Tidak direkomendasikan
- Hipertensi
- Dislipidemia
- Berat badan
- Keadaan umum

OGTT 2 jam adalah metode yang paling sensitive untuk skrining DM

- Jika overweight, berat badan harus diturunkan 5 – 10%
- Olahraga selama 30 menit, 5 kali seminggu


Nilai standar yang digunakan oleh PERKENI untuk DM
 



Bukan DM
Toleransi Glukosa Terganggu
DM
GDS (mg/dL)
Plasma vena
< 100
100 – 199
≥ 200

Darah kapiler
< 90
90 – 199
≥ 200
GDP (mg/dL)
Plasma vena
< 100
100 – 125
≥ 126

Darah kapiler
< 90
90 – 99
≥ 100
  

 Langkah Diagnosa DM dan Gangguan Toleransi Glukosa



 Pilar Penatalaksanaan DM





Pengelolahan DM dimulai dengan pengatuan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolic berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketouria, insulin dapat segera diberikan.

Target Terapi

Resiko CVD (-)
Resiko CVD (+)
BMI (kg/m2)
18.5 - < 23
18.5 - < 23
Gula Darah


·      GDP (mg/dL)
< 100
< 100
·      GDPP (mg/dL)
< 140
< 140
A1C (%)
< 7.0
< 7.0
Tekanan Darah
< 130/80
< 130/80
Lipid


Kolestrol Total (mg/dL)
< 200
< 200
Trigliserida (mg/dL)
< 150
< 150
HDL (mg/dL)
> 40/ > 50
> 40/ > 50
LDL (mg/dL)
< 100
< 70

Obat Diabetes Oral di Indonesia

Insulin