Friday, October 14, 2016

RINGKASAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

      Disampaikan oleh : Dr Suzanna Ndraha SpPD KGEH FINASIM  




    Diringkas oleh : Garry Wirawan        




          Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi tertentu yang digunakan untuk memperoleh keterangan yang lebih jelas. Pemeriksaan penunjang harus ada alasan dan tujuanya.

        Tujuan dilakukan pemeriksaan penunjang adalah : 
            1.Menegakan diagnosis kerja
            2 Menyingkirkan differential diagnosis
            3 Petunjuk tatalaksana
            4 Mengetahui komplikasi penyakit
            5 Petunjuk prognosis 
            6 Memantau efek samping

         Terdapat beberapa tipe pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi klinis pasien. Setiap pemeriksaan mempunyai indikasinya tersendiri. 
Pemeriksaan penunjang terdiri dari : 
1 Laboratorium
2 Radiologi
3 Ultrasonografi
4 Elektrokardiografi (EKG)
5 Dll 


Pada penderita Diabetes Mellitus (DM) bisa dilakukan pemeriksaan penunjang seperti adalah pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS), Gula Darah Puasa (GDP), Gula Darah Pradial (GDPP). Apabila terdapat gejala-gejala positif DM cukup dengan pemeriksaan GDS , bila tidak ditemukan gejala-gejala DM tapi dicurgai ada DM diperlukan 2 nilai contohnya GDS+GDPP.
      
 Pasien dengan Hepatoma pada pemeriksaan penunjang bisa dilakukan SGOT/SGPT untuk mengetahui adanya kerusakan sel hati. Sebagai parameter fungsi hati bisa dilakukan pemeriksaan penunjang berupa bilirubin, albumin, globulin, masa prothrombin untuk mengetahui berat kerusakaan hati dan menentukan prognosisnya.
    
Setiap penyakit mempunyai komplikasi yang harus kita sudah pikirkan dan kita waspadai. Pemeriksaan penunjang ini dibutuhkan untuk membantu kita agar mengetahuinya dan mencegahnya. Pada pasien DBD bisa terjadi keparahan berupa efusi pleura yang bisa kita ketahui dengan pemeriksaan USG atau Foto Thoraks.
     
Penyakit yang sering ditemukan komplikasinya adalah pasien dengan Diabete Melitus tetapi pada DM tipe1 jarang ditemukan komplikasi kronik karena pada rentang umur anak apabila tidak menda[at insulin akan menjadi Ketoasidosis DM (KAD). Sedangkan pada DM tipe 2 banyak komplikasi kroniknya yang biasanya ditemukan 5-10 tahun bila DM tersebut tidak ditangani dengan baik. Apabila sudah ditemukan keluhan, kemungkinan komplikasinya sudah ada.

Anjuran pemeriksaan yang bisa kita lakukan adalah :
1 EKG : PJK-old MCI (Q patologis-QS)     
2 Mikroalbuminuria : pemeriksaan paling dini untuk nefropati deabetik adalah menggunakan uji dipstick     
   Makroalbuminuria diketahui dengan pemeriksaan urin lengkap : protein + reverse makro mikro : ACE inhibitor, ARB tetapi ACE inhibitor mempunyai efek samping batuk , pengambilanya 3hari sekali (pasien kurang compliance. ARB : kurang efek samping seperti batuk dan pengambilaya sekali sehari
3. Thoraks foto : TB (kormobid)

  


Thursday, October 6, 2016

Ringkasan Bimbingan EKG

Disampaikan Oleh: Dr Suzanna Ndraha SpPD KGEH FINASIM


           Diringkas Oleh: Sulaiman Bin Zaini


8 hal yang perlu kita nilai dan perhatikan dalam membaca EKG:

1. Irama

Pada EKG normal, hampir semua gelombang positif kecuali pada lead AVR. Irama jantung yang normal disebut sebagai irama sinus. Karakteristik irama sinus adalah:

·         each P followed by QRS complex
·         P wave normal for the subject
·         P wave rate 60-100 bpm with <10% variation ; if >10% : arrhythmia

Irama dengan variasi melebihi 10% disebut sebagai sinus aritmia
Irama pada laju < 60bpm, sinus bradikardi
Irama pada laju >100bpm,sinus takikardi. 

Gangguan Irama Jantung :Atrial Fibrilasi (AF)

AF biasa ditemukan jika ada gangguan pada katub mitral (MI dan MS). Pada AF  ditemukan ritme irreguler, tidak ada gelombang P, tidak ada isoelektrik baseline, variabel ventricular rate, pulse devisit (jumlah nadi lebih sedikit dari heart rate). Rate tidak  bisa dihitung dari EKG, harus dihitung langsung dari nadinya. AF terdiri dari normal respond dan rapid respond. Rapid respond harus dikendalikan menjadi normal respond agar tidak terjadi gagal jantung. Pada AF dengan rapid respond dapat diberikan digoxin.

2. QRS Rate/Frekuensi

 Beberapa cara menghitung rate pada EKG, yaitu :
·         300/RR (kotak besar)
·         1500/RR (kotak kecil)

3. Aksis

Aksis normal : gelombang positif pada sadapan I dan aVF
Aksis deviasi ke kiri (LAD) : gelombang negatif pada aVF dan positif pada I
Aksis deviasi ke kanan (RAD) : gelombang negatif pada sadapan I dan positif pada aVF

·         RAD

Penting dalam klinis adalah aksis deviasi ke kanan (RAD). Pada RAD, terdapat penyakit yang terkait jantung kanan akibat penyakit paru. Maka kondisi penyakit yang menyebabkan RAD adalah PPOK, RVH, cor pulmonale dan decomp kanan.

PPOK = Bronkitis Kronik, Emfisema.

Gejala klinis seperti PPOK (tetapi bukan Bronkitis kronik dan emfisema) adalah Bronkiektasis, asma kronik dan Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT ). Penyakit penyakit ini memiliki kriteria gejala klinis seperti PPOK yaitu yang bersifat progresif, obstruksi dan irreversible.

Sekiranya PPOK, bronkiektasis, asma kronik dan SOPT dibiarkan tanpa diobati, terus menerus dibiarkan terjadi obstruksi, maka pada akhirnya akan berakibat kepada gagal jantung.

Hipoksia kronis (paru) -> Hipertensi pulmonal -> Hipertrofi kanan jantung (RVH)  -> Cor pulmonale ->Gagal jantung Kanan

Pada Cor pulmonale telah terjadi kelainan struktur dan haemodinamik. Perbedaan antara cor pulmonale dan gagal jantung kanan adalah pada cor pulmonale tidak terdapat oedema dan pada gagal jantung terdapat oedema.

·         LAD

Axis kekiri biasa pada Myocardial Infarction(MCI) inferior dan hiperkalemi.

4. Gelombang P

Gelombang P paling jelas dibaca di sadapan I dan II. Normal tinggi gelombang P <2,5 mm pada lead II, lebar gelombang P <0,11 mm pada lead II. Pada gelombang P, terdapat 2 kelainan yang diperhatikan :

·   P-Pulmonale : gelombang P lebih tinggi dan lancip dari gambaran normal.

Sering pada hipertrofi atria kanan (RAH), cor pulmonale dan gagal jantung kanan yang merupakan kelainan akibat  komplikasi jantung karena penyakit paru yang lama. Contoh penyakit paru yang lama adalah PPOK ,bronkiektasis, asma kronik, dan Sindrom Obstruksi Post TB (SOPT). Setelah RAD, muncul P pulmonale karena atrial ikut hipertrofi akibat dari tingginya hipertensi pada pulmonal.

·   P-Mitral : gelombang P lebih lebar dengan puncaknya bergelombang.

Apabila terjadi hipertrofi pada atrium kiri (LAH), maka gangguan katup mitral akan ditemukan.Atrium kiri berdepan dengan tekanan tinggi dari sistemik menyebabkan terjadi LAH sehingga muncul gelombang p-mitral. Gejala klinis yang bisa ditemukan pada P-mitral karena gangguan pada katub mitral adalah sesak, takikardi, gallop, ronki basah halus. Pada thorax foto biasa ditemukan kardiomegali dan oedem paru.

Kanan = Pulmonal, Kiri = Sistemik
Pada P-pulmonale, pikirkan PPOK -> RVH -> RAV -> cor pulmonale -> Gagal jantung kanan
Pada P-mitral, pikirkan  LAH -> Gagal jantung kongestif

5. PR Interval

Normal PR interval 0,12-0,20 (3-5 kotak kecil pada EKG).

·         Interval PR memanjang pada AV Blok derajat 1.

Masih ringan tetapi sudah menggambarkan gangguan yang mengancam pada pasien.

·         Interval PR memendek pada wolff-parkinson-white (WPW) syndrom.

Biasanya langsung masuk ICU

6. QRS Complex

Normal QRS <0,12 detik (3 kotak kecil). QRS kompleks abnormal pada :

·         blok jantung (RBBB dan LBBB),

RBBB : akan ditemukan m-shape, rsR/RsR pada V1 dan V2. Penyebab RBBB contohnya CAD (Coroner Arterial Dissease terutama pada right ventricle) dan RVH.

CAD adalah penyempitan pada coronary artery disebabkan sekelompok penyakit.Penyempetin terjadi karena ada gangguan di endotel yaitu atherosclerosis.  Semua kondisis yang menyebabkan atherosclerosis akan meyebabkan CAD. Antara faktor resiko terjadinya CAD adalah merokok, hipertensi, DM dan kolesterol.

RVH menghadapi tekanan tinggi di pulmonal (karena PPOK).

RBBB dengan faktor resiko CAD dibilang RBBB karena CAD (Paru tetap normal). RBBB dengan PPOK dikatakan RBBB karena RVH (Faktor resiko CAD tidak ada)

LBBB : ditemukan gelombang S yang dominan pada V1, ST-elevasi yang landai pada V1 dan V2. Penyebab LBBB contohnya CAD (Coroner Arterial Dissease terutama pada left ventricle) dan LVH (contohnya pada hipertensi).

Sama seperti RBBB, LBBB juga bisa disebabkan oleh CAD karena penyakit CAD ini menyeluruh mengenai jantung,

LVH menghadapi tekanan yang tinggi di sistemik (karena hipertensi).

Pada LBBB selain gelombang S yang dominan pada V1, turut ditemukan ST-elevasi.Penyakit yang bersangkutan dengan ST-elevasi adalah myocardial infarction. Tetapi apabila ada St-elevasi pada kondisi block maka diagnosis myocardial infarction tidak dapat ditegakkan berdasarkan EKG. Sekiranya ada ST-elevasi pada kondisi block, maka hanya menjadi dasar untuk mendiagnosis myocardial infarction.

Untuk menegakkan diagnosis myocardial infarction diperlukan 3 parameter yaitu enzim (troponin,LDH,CKMB tetapi troponin sering digunakan karena reaksi yang cepat), nyeri tipikal (seperti ditindih beban berat sehingga sesak, lemas dan bisa menjalar ) dan EKG.2/3 krteria ada, maka tertegak diagnosis Myocardial Infarction.

·         hipertrofi (LVH dan RVH).

  LVH : R (V5 atau V6) + S (V1) = >35mm / >7 kotak besar. Ditemukan biasanya pada pasien  hipertensi (HHD)

  Sekiranya ditemukan hipertensi dan EKG nya LVH, maka diagnosisnya adalah HHD
 
  RVH : Dihitung rasio R/S pada :
                                        V1 : > 1 (normalnya ke bawah)
                                        V5,V6 : <1 (normalnya ke atas)


·         Q patologis

Q patologis adalah kondisi dimana gelombang Q  tidak diikuti oleh gelombang R (QS), menandakan old MCI.

Jika Q patologis hanya ditemukan pada V1 saja, masih dianggap normal.
Q patologis pada V1-V2 menandakan terdapat old MCI anteroseptal.
Q patologis pada V1-V4 menandakan terdapat old MCI anterior.
Q patologis pada I, V5-V6 menandakan terdapat old MCI lateral.
Q patologis pada aVF, lead II dan lead III menandakan terdapat old MCI inferior.

·         Ekstrasistole

Pada ekstrasistole, sentiasa ada ritma dasar tetapi ada gelombang QRS yang loncat mendahului.Gelombang  QRS  itu lebih besar dari normal dan lebih lebar. Ekstrasistole dibagi menjadi 2 yaitu VES (Ventrikular Ekstra Sistole) dan SVES (Supra Ventrikular Ekstra Sistol).

Pada perabaan denyut nadi, akan ditemukan nadi prematur atau nadi yang muncul lebih cepat dari yang seharusnya. VES dan SVES hanya dapat dideteksi melalui EKG, tetapi jumlah nadi prematurnya hanya dapat dideteksi lewat pemeriksaan fisik. VES mengganggu hemodinamik, jika VES muncul > 6x dalam 1 menit atau bigemini atau trigemini dapat terjadi VT dan VF yang beresiko terjadi cardiac arrest.

Penyebab ekstrasistole adalah CAD, imbalance electrolyte (hypokalemia), intoksikasi (obat-obat anti-aritmia seperti digoxin)

7. ST Segmen

Normalnya segmen ST datar, pada garis isoelektrik. 2 kelainan yang terjadi pada segmen ST:

·   ST depresi : menandakan miokard iskemik atau efek dari digoksin atau hipertrofi ventrikular. sekiranya terjadi pada V2-V5, menandakan terjadinya Unstable Angina Pectoris (UAP). Pada UAP sebaiknya diberikan terapi yang adekuat untuk mencegah terjadinya infark.

·       ST elevasi : menandakan MCI akut atau LBBB. Ini sebabnya pada blokade jantung sulit dibedakan ada tidaknya infark.Sekiranya terjadi pada VI-V2, menandakan terjadi pada area anteroseptal, dan pada V1-V4 pada area anterior. 

Nyeri tipikal, muncul ketika lari didiagnosa sebagai angina pectoris. Penegakan diagnose angina pectoris cukup dengan anamnesis.

3 bulan kemudian, nyeri tipikal, muncul ketika istirahat didiagnosa sebagai unstable angina pectoris (UAP). UAP adalah kondisi peralihan.Sekiranya diobati, bakal kembali ke angina pectoris.Sekiranya tidak diobati bakal menjadi MCI.

EKG pada UAP akan ditemukan ST depresi (Iskemik) dan pada MCI akan ditemukan St elevasi. Tetapi untuk menegakkan diagnosis MCI diperlukan 3 parameter yang telah disebutkan.

Lokasi terjadinya iskemik atau infarct :

1, avr =lateral
2,3, avf = inferior
V1-V2= anterior septal
V1-V4= anterior
V1-V6= anterior extensive

Pengobatan penyakit jantung koroner ini harus dimulai dengan mengendalikan faktor risiko.

Pemberian Isosobide dinitrate untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina pectoris.Efek samping dari pemberiannya bisa menyebabkan sakit kepala.Angina pectoris terjadi karena supply oxygen tidak cukup akibat dari  penyempitan di pembuluh darah coroner. Maka diperlukan obat vasodilator untuk  melebarkan penyempitan yang berlaku. Contoh vasodilator adalah amlodipine.

Pada pasien unstable angina pectoris harus ditambah pemberian antiplatelets seperti aspirin untuk mencegah thrombosit seterusnya ikut menempel.Antiplateletes bekerja dengan cara menghambat hemostasis primer. Untuk menghambat hemostasis skunder, bisa diberikan heparinagar tidak terbentuk fibrin yang memperparah thrombus. Thrombus inilah yang membuat nyerinya tidak hilang.(Diberi pada pasien lebam, biru-biru).

Pada kombinasi 2 antipletelets seperti aspirin dan clopidogrel penggunaan pada jangka panjang menyebabkan melena. Pertimbangan pemberian 2 antiplatelets ini adalah untuk mencegah efek yang lebih fatal  yaitu kematian akibat myocardial infarction berbanding efek melena.

Pada pasien dengan myocardial infarction (MI), bisa dilihat ejection fractionnya berkurang pada pemeriksaan echocardioagram.Ejection fraction berkurang karena kerusakan otot jantung yang menyebabkan daya pompanya berkurangan.Maka harus diberikan terapi kausatif dari awal serangan yaitu thrombolytics.

Thrombolytics seperti streptokinase dapat mennghancurkan thrombus yang terbentuk. Tetapi streptokinase harus diberikan pada golden periodnya yaitu 4-6 jam dari waktu serangan MI. Obat seperti heparin dan aspirin  tidak dapat menghilangkan thrombus yang telah terbentuk, hanya mencegah pembentukan plaque yang baru.

8. Gelombang T

Terdapat dua kondisi pada gelombang T.

·         Small, flattened, inverted T : iskemia, efek digoksin, LVH
·         Tall T : hiperkalemi, MI hiperakut

Jadi ada 2 kondisi yang menunjukkan iskemia, yaitu inverted T dan ST depresi