Thursday, August 9, 2018

Ringkasan Video Ajar tentang Flebotomi, Pungsi Sendi, Pungsi Asites, dan Pungsi Chiba



Disampaikan oleh :

dr. Suzanna Ndraha, SpPD, KGEH, FINASIM


Diringkas oleh:

Maria Amelia Goldie, S.Ked


Link Video :
Flebotomi       : https://www.youtube.com/watch?v=GJoijDe3xKE
Pungsi Sendi  : https://www.youtube.com/watch?v=sGJ8FdwyLLk
Pungsi Asites : https://www.youtube.com/watch?v=7kQ1vJQ025c
Pungsi Chiba  : https://www.youtube.com/watch?v=0qG5assUkU0

Flebotomi
Dilakukan pada pasien dengan hemokonsentrasi yang diindikasikan pada pasien yang mengalami polisitemia vera atau polisitemia sekunder. Patofisiologi : dikarenakan supply O2 menurun, maka renal sensor akan meningkatkan eritropoietin, menyebabkan eritroid marrow hiperplasia dan terjadilah produksi sel darah merah tinggi. Gejala : sakit kepala, lemas, pruritus (aquagenik), pusing, diaphoresis (berkeringat), gangguan visual, berat badan menurun. Tanda : splenomegali 70%, skin plethora 67%, hepatomegali 40%, conjungtival plethora 59 %, systolic hypertension 72%. Diagnosis (PUSG kriteria) :
Kriteria
Penting
-           RBC mass elevated
-          True vs spurious
-          Saturasi O2 > 92%
-          R/O most 2
-          Splenomegali (atau)
Trombositosis
Leukositosis
High LAP
High B12
-          Evidance for MPD

False positif 0,5%

-          Perokok, peminum
Vena yang akan di akses adalah vena di regio manus, pastikan venanya cukup bagus dan lurus (tidak berlekuk). Menggunakan abbocath no. 18 atau 20, oklusi bagian proksimal dari vena yang akan diakses, melakukan sepsis asepsis, memasukkan abbocath, lalu menyambungkan selang dan cabut torniquet, pasang ujung selang yang satu ke botol infus kosong dan kelurkan darah 250 cc. Terapi PUSG ditemukan pad tahun 1967.
Protokol 01 : phlebotomy vc chlorambucil vs
Protokol 05 : phlebotomy with ASA, dipyridamole vs
Protokol 08 : phlebotomy vs hydroxyurea

Pilihan terapi : Phlebotomy
Keuntungan
Kerugian
-          Cepat, mudah
-          Risiko trombosis
-          Mengurangi perjalanan ke klinik
-          Gejala defisiensi besi
-          Rendah risiko cancer
-          Mungkin lebih cepat untuk “spent phase”
-          Tidak perlu obat
-          Akses vaskular
-          Dipatuhi
-          Efek kardiovaskular

-          Tidak ada efek pada platelet

Pilihan terapi :
  1. Usia >70 tahun: hydroxyurea, 32p
  2. Usia 50-70 tahun: hydroxyurea, phlebotomy
  3. Usia < 50 tahun: phlebotomy, hydroxyurea
Pungsi Sendi
Pada video tersebut, terdapat pasien berusia 50 tahun dengan keluhan nyeri pada lutut kanan. Hasil inspeksi terdapat pembengkakan di lutut kana, pada palpasi Balotemen positif. Dilakukan pungsi untuk mengeluarkan cairan sendinya. Saat inspeksi, membandingkan lutut kanan dan kiri, lutut kan terjadi pembengkakan, pada palpasi Balotemen positif dan teraba lunak. Prosedur pungsi sendi : tindakan asepsis dan antisepsis, aspirasi genu dilakukan pada sendi genu yang mengalami efusi dan didapatkan cairan ± 5 cc lalu ± 8 cc, lalu aspirat dikirim ke laboratorium.

Pungsi Asites
Dalam video tersebut, mahasiswa melakukan pungsi asites pada pasien dengan asites masif. Indikasi dilakukan pungsi asites sebagai diagnostik untuk mencari penyebab dari asites tersebut, sebagai terapeutik pada asites masif. Prosedur pungsi asites:
1. Menentukan lokasi pungsi dengan USG.
2. Marka lokasi pungsi.
3. Melakukan asepsis dan antisepsis.
4. Penyuntikan anestesi lokal : lidokain 2 ampul.
5. Pungsi percobaan : didapatkan cairan asites.
6. Cairan asites diambil untuk pemeriksaan laboratorium.
7. Dipasang jarum abbocath no. 14.
8. Dihubungkan dengan blood set untuk mengalirkan cairan.
9. Cairan asites dialirkan ke botol.

Pungsi Chiba
Indikasi dilakukan pungsi CHIBA yaitu sebagai diagnostik asites dengan lokasi sulit. Prosedur pungsi CHIBA :
1. Anestesi lokal dengan lidokain.
2. Insersi jarum CHIBA dengan guiding USG.
3. 10 cc cairan asites diambil untuk pemeriksaan laboratorium.


Wednesday, August 8, 2018

Ringkasan Video Ajar tentang Mini-CEX, DOPS, CBD, dan OSLER


Disampaikan Oleh :

dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD KGEH FINASIM



Diringkas Oleh :

Natanael Petra, S.Ked


Link Video:


Mini-CEX

Mini-CEX itu sendiri merupakan singkatan dari Mini-Clinical Evaluation Exercise yang digunakan untuk melatih petugas kesehatan dalam hal ini dokter muda untuk dapat beperan sebagai dokter yang sesunguhnya yang secara langsung menghadapi pasien. Pada video ini dijelaskan bahwa ujian mini c ex bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan karena ujian ini mempunyai tujuan agar dokter konsulen dapat menilai  bagaimana perfomanya dokter muda MELAKUKANNYA bukan hanya MENGERTI tentang dasar teorinya sehinga ujian Mini-CEX termasuk dalam kategori "Does" bukan hanya "Know How" seperti yang ditunukan pada gambar dibawah. Komponen yang dinilai adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, keterampilan komunikasi, keputusan klinis, profesionalisme, efisiensi, dan juga keseluruhannya. Feedback minicex sangat penting agar peserta didik dapat memperbaiki apa yang kurang sehinnga kedepanya bisa lebih baik.



DOPS

DOPS merupakan singkatan dari Direct Observation of Procedural Skill yang sama seperti Mini-CEX termasuk kedalam kategori "Does"Pada ujian ini difokuskan bagaimana cara paserta melakukan procedural itu dan bagaimana peserta didik memperlakukan pasien tersebut. Dari ujian ini penguji juga dapat langsung memberikan feedback pada peserta agar peserta didik lebih dapat mengusai lebih baik tindakan procedural tersebut. Tindakan procedural itu dapat berupa Pemasangan NGT (Naso-Gastric Tube), pemasangan IV (invtra Vena), penyuntikan IM (Intra Muskular), cateter atupun pungsi asites.

CBD

CBD merupakan singkatan dari Case Based Discussion yang berati membahasan diskusi berdasarkan kasus langsung yang ditemukan pada lapangan. Berbeda dari sebelumnya ujian CBD berada pada tingkat "know how" bukan seperti minicex ataupun osler yang termasuk dalam kategori "Does". Ujian ini diperlukan untuk memilih dan menyiapkan kasus pasien terlebih dahulu sebelumnya dan akan dipresentasikan kepada konsulen agar konsulen dapat menetahui seberapa jauh pengetahuan kita tentang teori penyakit tersebut dan cara pikir kita dalam mengolah data yang sudah didapatkan dalam kasus tersebut

OSLER

OSLER merupakan singkatan dari Objective Structured Long Examination Record yang termasuk dalam kategori paling tinggi yaitu dalam kategori "Does". Mirip seperti Mini-CEX yang menilai komponen anamnesis, pemeriksaan fisik, keterampilan komunikasi, keputusan klinis, profesionalisme, dan efisiensi , pada OSLER ditambahkan juga dengan pembuatan status yang sudah tadi dilakukan yang kemudian di ujiankan kembali secara lisan kepada penguji. Hal ini bertujuan agar penguji dapat melihat dan memberikan feedback secara langsung tentang bagaimana dokter muda melakukan tugasnya(seperti Mini-CEX) dan juga bagaimana pengetahuannya seperti CBD) mengenai kasus tersebut sehingga didapatkan hasil yang lebih menyeluruh tentang perfoma yang dilakukan dokter muda tersebut.
Video melakukan ujian OSLER : https://www.youtube.com/watch?v=lMaFNg9t2io

Monday, July 30, 2018

Ringkasan Kunjungan Program Jakarta Sehat 2018 Divisi Ginjal Hipertensi - Dept.Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

disampaikan oleh :
Triyani Kresnawan, DCN, Mkes, KD
Instalasi Gizi RSCM Jakarta

Malnutrisi pada pasien hemodialisa dan upaya pencegahannya.
Chronic Kidney Disease (CKD) dapat disebabkan oleh hipertensi dan DM. CKD pada stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) dapat diterapi dengan transplantasi, continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), atau hemodialisa. Terapi hemodialisa perlu memperhatikan tatalaksana diet untuk pasien sehingga pasien tidak mengalami keadaan wasting, defisiensi zat besi, defisiensi elektrolit, atau hiperfosfatemia yang tidak terkontrol yang sering terjadi pada terapi hemodialisa.

Skrining gizi perlu dilakukan pada pasien yang baru menjalani hemodialisa. Skrining dilakukan dan ditindaklanjuti oleh dietician dengan assessment lanjut bila risiko malnutrisi, malnutrisi, dan kondisi khusus. Hemodialisa termasuk kondisi khusus, sehingga perlu untuk dilanjutkan dengan assessment gizi, diagnosis, intervensi, monitoring, dan evaluasi (ADIME).
Definisi malnutrisi dibagi menjadi dua, yaitu :
·         Tipe 1 : pada keadaan ditemukan low protein dan intake kurang karena uremia atau faktor lain tetapi tanpa adanya inflamasi superimpose.
·      Tipe 2 : pada keadaan malnutrisi ini sering behubungan dengan adanya inflamasi dan katabolisme protein konsekuen.
Pada pasien hemodialisa dianjurkan untuk mengkonsumsi protein dengan jumlah yang lebih tinggi yaitu 1,2 gr/kgBB.
Penyebab protein energy wasting :
  • Faktor dialysis : Blood complability, inadequate dose of dialysis, nutrient loses, increased energy expenditure.
  • Faktor lain : Komorbiditas, inflamasi, insulin resistance.

Beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis protein energy wasting, yaitu:
  1. International Society of Renal Nutrition and Metabolism criteria untuk diagnosis Protein Energy Wasting (PEW)
  2. Subjective form global assessment (SGA) 
Alliance : Approach to interdisciplinary nutrition care

Malnutrisi berkaitan dengan asupan protein dan energi yang kurang yang dapat ditandai dengan :
  • IMT <17, SGA Beta, asupan 50% dari kebutuhan, dan fisik yang terlihat kurus.


Tujuan yang diharapkan untuk dicapai pada pasien PGK HD :
  • Antropometri : BMI 20-25
  • Laboratorium : albumin 4 g/dL, fosfor 4-6, Ca 8,5-10,5 mg/dL, GD 80-200 mg/dL, HbA1c <7%, kolesterol 150-250 mg/dL, Hb 11-12 g/dL, PTH 100-300.
  • Klinis fisik : cukup otot dan ada simpanan lemak

Ajuran zat gizi pada pasien hemodialisa yaitu protein pada lansia 30, dan pada dewasa 35.



Pencegahan Malnutrisi
Pencegahan pada pasien hemodialisa diatur oleh banyak pihak seperti DPJP, apoteker, perawat, psikologis klinis, nutrisionis dietician, dan terapi fisik.  Tugas ini dapat bersifat mendiri, delegatif, dan kolaboratif.

Pencegahan dapat dilakukan dengan :
  • Makan cukup energy, tinggi protein
  • Mengatur kebutuhan cairan
  • Hemodialisa rutin 

diringkas oleh :
Dessy Christina Noelik
Stefi Tauran
IPD 26 RSUD KOJA





Sunday, July 29, 2018

RINGKASAN VIDEO AJAR DM, CAD, HIPERTENSI


Disampaikan Oleh:

dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD KGEH FINASIM




Disampaikan Oleh:


Giovanni Abraham Mustopo
IPD 26 RSUD KOJA




Video Insulin O NA NA
video dapat di tonton di :



Yang baru saya mengerti setelah menonton video pendidikan ini adalah :
     1.      Lini pertama pada pengobatan DM tipe 2 adalah metformin.
     2.      Lini kedua pada pengobatan DM tipe 2 adalah sulfonylurea.
     3.      Bila terapi lini pertama dan kedua gagal maka dapat digunakan insulin basal bolus.  
     4.      Cara kerja dari metformin ada 2 :
a.       Menurunkan gluconeogenesis
b.      Meningkatkan sensitivitas perifer
     5.      Sedangkan untuk sulfonilurea bekerja pada organ pancreas untuk meningkatkan jumlah produksi insulin. Sehingga gabungan kedua obat tersebut sangat baik untuk terapi dari DM tipe 2. Namun tidak untuk DM tipe 1.
     6.      Dosisnya adalah dengan dosis rendah dan dinaikan secara perlahan sampai didapatkan dosis yang paling rendah dan kadar gula darahnya terkontrol.
     7.      Insulin basal yang gunakan adalah insulin long acting, dengan penggunaan sehari sekali untuk mengendalikan kadar gula puasa.
     8.      Sedangkan insulin bolus digunakan untuk gula prandial (setelah makan) dengan dosis 3 kali sehari sebelum makan.

 




Video CAD SKA “NEW RULES”

video dapat di tonton di :




Yang baru saya mengerti setelah menonton video pendidikan ini adalah :
     1.      Untuk penyakit jantung coroner terdapat banyak faktor resiko baik yang dapat diubah ataupun tidak dapat diubah dengan gaya hidup.
      2.      Faktor yang dapat di kontrol  :
-          Tekanan darah tidak boleh tinggi
-          Kolestrol tidak boleh tinggi
-          Diabetes mellitus
-          Merokok
-          Overweight
-          Kurangnya aktivitas fisik
-          Stress dan emosi yang tidak terkontrol
     3.      Serangan jantung sangat berbahaya untuk seseorang karena selain dapat menyebabkan kematian tapi juga kerusakan yang terjadi bersifat permanen / irreversible.
      4.      Jadi ciri khas bila seseorang terkena serangan jantung adalah:
a.       Rasa tidak nyaman
b.      Rasa seperti tertimpah/ tertekan pada bagian dada
c.       Berat atau nyeri pada bagian dada
     5.      Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosisnya adalah
a.       EKG (elektrokardiogram) mengetahui aliran listrik dijantung
b.      Enzyme jantung yang mengindikasi kerusakan otot-otot jantung.
c.       ECG (echocardiografi)  mengetahui bagaimana jantung memompa darah ( mirip USG)
d.      Kateter jantung untuk mendapatkan gambaran dari arteri-arteri yang terblok.
     6.      Obat-obatan yang digunakan adalah nitrogliserin, beta bloker, morphine dan aspirin
    7.      Lini pertama terapi pada STEMI adalah PCI (percutaneous intervention) à bila tidak bisa dilakukan bypass jantung.
    8.      Penyebab dari sindrom coroner akut adalah pecahnya plak atheroma di pembuluh darah coroner à agregasi trombosit dan terjadi koagulasi.
    9.      Klasifikasi dari sindrom coroner akut adalah Infark miokard dengan elevasi ST, Infark miokard tanpa elevasi ST, angina pectoris yang tidak stabil.
     10    . 
   Cara mendiagnosis SKA :
a.      
Nyeri dada seperti tertekan lebih dari 20 menit (angina tipikal)
b.      Gambaran EKG ST elevasi
c.       Peningkatan dari enzyme jantung

      11       Tatalaksana untuk SKA  adalah MONA ( Morfin , Oksigen , Nitrat , Asipirin)




Video HIPERTENSI

video dapat di tonton di :



Yang baru saya mengerti setelah menonton video pendidikan ini adalah :
    1.      Umumnya pasien-pasien dengan hipertensi yang ditemui di masyarakat merupakan hipertensi primer (90%) dimana penyebabnya tidak diketahui dari organ mana.
     2.      Berbeda dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui karena penyakit-penyakit terutama pada organ ginjal, karena ginjal berhubungan erat dengan enzym-enzym pengatur tekanan darah. penyakit thryroid yang toxic dan penyakit peradangan seperti crohn disease juga.
     3.      DM dan dyslipidemia bukan penyebab hipertensi sekunder
     4.       
Hipertensi emergency                VS   Hipertensi urgency
Sudah ada target organ
Belum ada target organ
Turunkan tensi dalam menit sampai jam
Turunkan tensi dalam 24 jam

     5.      Untuk therapy farmakologi, yang membedakan dari JNC 7 dan JNC 8 adalah sudah tidak digunakan nya lagi Beta blocker di JNC 8.
     6.      Penggunaan obat-obatan pada hipertensi digunakan dengan dosis rendah perlahan dinaikan sampai target tekanan darah yang dituju tercapai baru dipertahankan dosisnya
     7.      Sedangkan untuk kasus emergency yang dapat digunakan antara lain:
-          Nivedipine intravena / sublingual
-          Clonidine intravena
(semua pasien dengan kasus urgency dan emergency pasien harus dirawat)




Video The Skills lab Infus (Whistle)
videonya dapat di tonton di : 


Yang baru saya mengerti setelah menonton video pendidikan ini adalah :
     1.      Untuk syok cairan infus yang sebaiknya digunakan adalah NaCl dan koloid.
     2.      Untuk drip obat infus yang digunakan adalah Dextrose 5 % ataupun NaCl.
     3.      Sedangkan transfusi yang digunakan adalah normal saline.
     4.      Bila seseorang dengan asidosis metabolic cairan yang digunakan adalah biknat dalam Dextrose 5%. 
     5.      Kebutuhan cairan dalam sehari adalah 30-50mg/Kgbb, kebutuhan kalori dalam sehari adalah 25-30 kalori/KgBB.
     6.      Natrium dalam sehari yang dibutuhkan adalah 2mEq/KgBB. kalium dalam sehari 1meq/KgBB. Protein sehari 0,8Mg/KgBB.
     7.      Bila pasien dengan puasa 3 hari sebaiknya dipasang vena sentral.