Monday, July 30, 2018

Ringkasan Kunjungan Program Jakarta Sehat 2018 Divisi Ginjal Hipertensi - Dept.Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

disampaikan oleh :
Triyani Kresnawan, DCN, Mkes, KD
Instalasi Gizi RSCM Jakarta

Malnutrisi pada pasien hemodialisa dan upaya pencegahannya.
Chronic Kidney Disease (CKD) dapat disebabkan oleh hipertensi dan DM. CKD pada stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) dapat diterapi dengan transplantasi, continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), atau hemodialisa. Terapi hemodialisa perlu memperhatikan tatalaksana diet untuk pasien sehingga pasien tidak mengalami keadaan wasting, defisiensi zat besi, defisiensi elektrolit, atau hiperfosfatemia yang tidak terkontrol yang sering terjadi pada terapi hemodialisa.

Skrining gizi perlu dilakukan pada pasien yang baru menjalani hemodialisa. Skrining dilakukan dan ditindaklanjuti oleh dietician dengan assessment lanjut bila risiko malnutrisi, malnutrisi, dan kondisi khusus. Hemodialisa termasuk kondisi khusus, sehingga perlu untuk dilanjutkan dengan assessment gizi, diagnosis, intervensi, monitoring, dan evaluasi (ADIME).
Definisi malnutrisi dibagi menjadi dua, yaitu :
·         Tipe 1 : pada keadaan ditemukan low protein dan intake kurang karena uremia atau faktor lain tetapi tanpa adanya inflamasi superimpose.
·      Tipe 2 : pada keadaan malnutrisi ini sering behubungan dengan adanya inflamasi dan katabolisme protein konsekuen.
Pada pasien hemodialisa dianjurkan untuk mengkonsumsi protein dengan jumlah yang lebih tinggi yaitu 1,2 gr/kgBB.
Penyebab protein energy wasting :
  • Faktor dialysis : Blood complability, inadequate dose of dialysis, nutrient loses, increased energy expenditure.
  • Faktor lain : Komorbiditas, inflamasi, insulin resistance.

Beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis protein energy wasting, yaitu:
  1. International Society of Renal Nutrition and Metabolism criteria untuk diagnosis Protein Energy Wasting (PEW)
  2. Subjective form global assessment (SGA) 
Alliance : Approach to interdisciplinary nutrition care

Malnutrisi berkaitan dengan asupan protein dan energi yang kurang yang dapat ditandai dengan :
  • IMT <17, SGA Beta, asupan 50% dari kebutuhan, dan fisik yang terlihat kurus.


Tujuan yang diharapkan untuk dicapai pada pasien PGK HD :
  • Antropometri : BMI 20-25
  • Laboratorium : albumin 4 g/dL, fosfor 4-6, Ca 8,5-10,5 mg/dL, GD 80-200 mg/dL, HbA1c <7%, kolesterol 150-250 mg/dL, Hb 11-12 g/dL, PTH 100-300.
  • Klinis fisik : cukup otot dan ada simpanan lemak

Ajuran zat gizi pada pasien hemodialisa yaitu protein pada lansia 30, dan pada dewasa 35.



Pencegahan Malnutrisi
Pencegahan pada pasien hemodialisa diatur oleh banyak pihak seperti DPJP, apoteker, perawat, psikologis klinis, nutrisionis dietician, dan terapi fisik.  Tugas ini dapat bersifat mendiri, delegatif, dan kolaboratif.

Pencegahan dapat dilakukan dengan :
  • Makan cukup energy, tinggi protein
  • Mengatur kebutuhan cairan
  • Hemodialisa rutin 

diringkas oleh :
Dessy Christina Noelik
Stefi Tauran
IPD 26 RSUD KOJA





Sunday, July 29, 2018

RINGKASAN VIDEO AJAR DM, CAD, HIPERTENSI


Disampaikan Oleh:

dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD KGEH FINASIM




Disampaikan Oleh:


Giovanni Abraham Mustopo
IPD 26 RSUD KOJA




Video Insulin O NA NA
video dapat di tonton di :



Yang baru saya mengerti setelah menonton video pendidikan ini adalah :
     1.      Lini pertama pada pengobatan DM tipe 2 adalah metformin.
     2.      Lini kedua pada pengobatan DM tipe 2 adalah sulfonylurea.
     3.      Bila terapi lini pertama dan kedua gagal maka dapat digunakan insulin basal bolus.  
     4.      Cara kerja dari metformin ada 2 :
a.       Menurunkan gluconeogenesis
b.      Meningkatkan sensitivitas perifer
     5.      Sedangkan untuk sulfonilurea bekerja pada organ pancreas untuk meningkatkan jumlah produksi insulin. Sehingga gabungan kedua obat tersebut sangat baik untuk terapi dari DM tipe 2. Namun tidak untuk DM tipe 1.
     6.      Dosisnya adalah dengan dosis rendah dan dinaikan secara perlahan sampai didapatkan dosis yang paling rendah dan kadar gula darahnya terkontrol.
     7.      Insulin basal yang gunakan adalah insulin long acting, dengan penggunaan sehari sekali untuk mengendalikan kadar gula puasa.
     8.      Sedangkan insulin bolus digunakan untuk gula prandial (setelah makan) dengan dosis 3 kali sehari sebelum makan.

 




Video CAD SKA “NEW RULES”

video dapat di tonton di :




Yang baru saya mengerti setelah menonton video pendidikan ini adalah :
     1.      Untuk penyakit jantung coroner terdapat banyak faktor resiko baik yang dapat diubah ataupun tidak dapat diubah dengan gaya hidup.
      2.      Faktor yang dapat di kontrol  :
-          Tekanan darah tidak boleh tinggi
-          Kolestrol tidak boleh tinggi
-          Diabetes mellitus
-          Merokok
-          Overweight
-          Kurangnya aktivitas fisik
-          Stress dan emosi yang tidak terkontrol
     3.      Serangan jantung sangat berbahaya untuk seseorang karena selain dapat menyebabkan kematian tapi juga kerusakan yang terjadi bersifat permanen / irreversible.
      4.      Jadi ciri khas bila seseorang terkena serangan jantung adalah:
a.       Rasa tidak nyaman
b.      Rasa seperti tertimpah/ tertekan pada bagian dada
c.       Berat atau nyeri pada bagian dada
     5.      Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosisnya adalah
a.       EKG (elektrokardiogram) mengetahui aliran listrik dijantung
b.      Enzyme jantung yang mengindikasi kerusakan otot-otot jantung.
c.       ECG (echocardiografi)  mengetahui bagaimana jantung memompa darah ( mirip USG)
d.      Kateter jantung untuk mendapatkan gambaran dari arteri-arteri yang terblok.
     6.      Obat-obatan yang digunakan adalah nitrogliserin, beta bloker, morphine dan aspirin
    7.      Lini pertama terapi pada STEMI adalah PCI (percutaneous intervention) à bila tidak bisa dilakukan bypass jantung.
    8.      Penyebab dari sindrom coroner akut adalah pecahnya plak atheroma di pembuluh darah coroner à agregasi trombosit dan terjadi koagulasi.
    9.      Klasifikasi dari sindrom coroner akut adalah Infark miokard dengan elevasi ST, Infark miokard tanpa elevasi ST, angina pectoris yang tidak stabil.
     10    . 
   Cara mendiagnosis SKA :
a.      
Nyeri dada seperti tertekan lebih dari 20 menit (angina tipikal)
b.      Gambaran EKG ST elevasi
c.       Peningkatan dari enzyme jantung

      11       Tatalaksana untuk SKA  adalah MONA ( Morfin , Oksigen , Nitrat , Asipirin)




Video HIPERTENSI

video dapat di tonton di :



Yang baru saya mengerti setelah menonton video pendidikan ini adalah :
    1.      Umumnya pasien-pasien dengan hipertensi yang ditemui di masyarakat merupakan hipertensi primer (90%) dimana penyebabnya tidak diketahui dari organ mana.
     2.      Berbeda dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui karena penyakit-penyakit terutama pada organ ginjal, karena ginjal berhubungan erat dengan enzym-enzym pengatur tekanan darah. penyakit thryroid yang toxic dan penyakit peradangan seperti crohn disease juga.
     3.      DM dan dyslipidemia bukan penyebab hipertensi sekunder
     4.       
Hipertensi emergency                VS   Hipertensi urgency
Sudah ada target organ
Belum ada target organ
Turunkan tensi dalam menit sampai jam
Turunkan tensi dalam 24 jam

     5.      Untuk therapy farmakologi, yang membedakan dari JNC 7 dan JNC 8 adalah sudah tidak digunakan nya lagi Beta blocker di JNC 8.
     6.      Penggunaan obat-obatan pada hipertensi digunakan dengan dosis rendah perlahan dinaikan sampai target tekanan darah yang dituju tercapai baru dipertahankan dosisnya
     7.      Sedangkan untuk kasus emergency yang dapat digunakan antara lain:
-          Nivedipine intravena / sublingual
-          Clonidine intravena
(semua pasien dengan kasus urgency dan emergency pasien harus dirawat)




Video The Skills lab Infus (Whistle)
videonya dapat di tonton di : 


Yang baru saya mengerti setelah menonton video pendidikan ini adalah :
     1.      Untuk syok cairan infus yang sebaiknya digunakan adalah NaCl dan koloid.
     2.      Untuk drip obat infus yang digunakan adalah Dextrose 5 % ataupun NaCl.
     3.      Sedangkan transfusi yang digunakan adalah normal saline.
     4.      Bila seseorang dengan asidosis metabolic cairan yang digunakan adalah biknat dalam Dextrose 5%. 
     5.      Kebutuhan cairan dalam sehari adalah 30-50mg/Kgbb, kebutuhan kalori dalam sehari adalah 25-30 kalori/KgBB.
     6.      Natrium dalam sehari yang dibutuhkan adalah 2mEq/KgBB. kalium dalam sehari 1meq/KgBB. Protein sehari 0,8Mg/KgBB.
     7.      Bila pasien dengan puasa 3 hari sebaiknya dipasang vena sentral.

Thursday, July 19, 2018

Ringkasan Video NGT dan USG

Disampaikan oleh:
dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD KGEH FINASIM

Diringkas oleh:
Elisabeth Letwar


NGT (Naso Gastric Tube)

Berikut adalah indikasi pemasangan NGT:
-               Untuk dekompresi lambung
-               Untuk memasukan makanan dan obat-obatan
-               Untuk diagnostic, apakah masih ada perdarahan pada lambung

Alat dan bahan yang harus siapkan adalah:
1.         Selang NGT no.16 atau 18. periksakan tanggal kadarluasanya
2.         Pen light
3.         Gunting
4.         Spuit 50cc
5.         Basis emesis
6.         Stetoskop
7.         Plester
8.         Alcohol
9.         Kertas tissue
10.   Gelas air dan sedotan
11.   Lumbricant gel
12.   Sarung tangan

Sebelum melakukan pemasangan NGT, kita harus  memberi penjelasan terlebih dahulu pada pasien dan keluarga pasien tentang tujuan dan manfaat dari pemasangan NGT tersebut, jika telah mendapat persetujuan dari pasien maupun keluarga pasien dengan tanda tangan pada surat pernyataan, maka tindakan baru boleh dilakukan.

  • Langkah-langkah pemasangan NGT:
  • -               Siapkan alat dan bahan
  • -               Cuci tangan
  • -               Pakai sarung tangan sesuai dengan ukuran tangan kita
  • -               Posisikan pasien pada posisi semi fowler
  • -               Lapisi pakaian pasien dengan handuk
  • -               Letakkan basis emesis di  pangkuan pasien
  • -               Cek lubang hidung pasien mana yang lebih besar dan pastikan tidak ada masalah pada lubang hidung pasien
  • -               Ukur panjang insersi tube (ujung distal 6 cm dibawah prosesus xyhpiodeus)
  • -               Ukur selang melalui cuping telinga
  • -               Tandai ujung proksimal di lobang hidung
  • -               Tandai dengan plester
  • -               Olesi selang dengan gel lumbrikan
  • -               Masukan selang NGT
  • -               Minta pasien bernafas dari mulut
  • -               Saat selang masuk minta pasien menelan, jika sulit menelan suruh pasien minum air dengan sedotan
  • -               Masukan NGT sampai batas plester yang ditandai
  • -               Lihat apakah ada cairan yang keluar
  • -               Jika tidak ada cairan yang keluar, maka tes dengan spuit 50cc untuk memastikan NGT masuk dengan benar
  • -               Fiksasi NGT





      Bimbingan USG

            Laki-laki usia 65 tahun datang dengan pengantar melena, dan akan dilakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui ada sirosis heptis atau tidak. Pada pemeriksaan USG yang dilakukan di dapatkan permukaan yang tidak rata, irregular, dan vena porta serta vena hepatis dalam keadaan normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa melena pada pasien ini bukan karena sirosis hati.
  
       Laki-laki usia 41 tahun datang ke ruang USG dengan keluhan hematemesis melena, dari pemeriksaan USG didapatkan hasil permukaan hati tidak rata, struktur hati kasar, serta vena porta yang melebar. Berdasarkan hasil USG dapat di simpulkan bahwa hematemesis melena pada pasien adalah karena sirosis hepatis.

           Wanita 45 tahun datang untuk melakukan USG dengan keluhan vomitus dan ada riwayat ca cervix. Pada USG didapatkan hidronefrosis dekstra dan sinistra. Pada ginjal kiri dan kanan kemungkinan terjadi hidronefrosis karena adanya ca cervix yang menekan ureter.

              Laki-laki usia 42 tahun datang dengan pengantar CKD. Pada hasil USG ginjal, didapatkan kistik dengan berbagai ukuran di parenkim ginjal. Kesimpulannya CKD pada pasien dikarenakan polikistik ginjal.

             Pasien usia 20 tahun datang dengan keluhan dyspepsia dan DBD. Pada USG didapatkan GB wall thickening, asites. Kesimpulannya yaitu DBD dengan plasma leaked

            Pasien usia 52 tahun datang ke RSUD Koja dengan keluhan nyeri perut kanan atas tanpa disertai demam. Pada USG didapatkan massa atau sol yang berdiameter 5cm yang diduga merupakan abses hati.

           Laki-laki usia 28 tahun dengan gizi kurang mengalami sakit perut selama 3 bulan terakhir, dan dalam 1 bulan terakhir perutnya membuncit. Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya asites dengan septa-septa. Diduga pasien terkena TB peritoneum dan akan dilakukan pungsi.

         Perempuan usia 54 tahun datang dengan keluhan dyspepsia. Dari USG didapatkan kolelitiasis multiple. Dapat terlihat adanya gambaran batu kecil-kecil multiple di gall blader.