Disampaikan Oleh: Dr Suzanna Ndraha SpPD KGEH FINASIM
Diringkas Oleh: Sulaiman Bin Zaini
8
hal yang perlu kita nilai dan perhatikan dalam membaca EKG:
1. Irama
Pada EKG normal, hampir semua
gelombang positif kecuali pada lead
AVR. Irama jantung yang normal disebut sebagai irama sinus. Karakteristik irama sinus adalah:
·
each P
followed by QRS complex
·
P wave
normal for the subject
·
P wave rate
60-100 bpm with <10% variation ; if >10% : arrhythmia
Irama dengan variasi melebihi 10%
disebut sebagai sinus aritmia
Irama pada laju < 60bpm, sinus bradikardi
Irama pada laju >100bpm,sinus takikardi.
Gangguan
Irama Jantung :Atrial Fibrilasi (AF)
AF
biasa ditemukan jika ada gangguan pada katub mitral (MI dan MS). Pada AF ditemukan ritme irreguler, tidak ada
gelombang P, tidak ada isoelektrik baseline, variabel ventricular rate, pulse devisit
(jumlah nadi lebih sedikit dari heart rate). Rate tidak bisa dihitung dari EKG, harus dihitung
langsung dari nadinya. AF terdiri dari normal respond dan rapid respond. Rapid
respond harus dikendalikan menjadi normal respond agar tidak terjadi gagal jantung.
Pada AF dengan rapid respond dapat diberikan digoxin.
2. QRS Rate/Frekuensi
Beberapa cara menghitung rate pada
EKG, yaitu :
·
300/RR (kotak
besar)
·
1500/RR (kotak
kecil)
3. Aksis
Aksis normal : gelombang positif pada sadapan
I dan aVF
Aksis deviasi ke kiri (LAD) : gelombang
negatif pada aVF dan positif pada I
Aksis deviasi ke kanan (RAD) : gelombang
negatif pada sadapan I dan positif pada aVF
·
RAD
Penting
dalam klinis adalah aksis deviasi ke kanan (RAD). Pada RAD, terdapat penyakit
yang terkait jantung kanan akibat penyakit paru. Maka kondisi penyakit yang
menyebabkan RAD adalah PPOK, RVH, cor pulmonale dan decomp kanan.
PPOK
= Bronkitis Kronik, Emfisema.
Gejala
klinis seperti PPOK (tetapi bukan Bronkitis kronik dan emfisema) adalah
Bronkiektasis, asma kronik dan Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT ). Penyakit penyakit ini memiliki kriteria
gejala klinis seperti PPOK
yaitu yang bersifat progresif, obstruksi dan irreversible.
Sekiranya
PPOK, bronkiektasis, asma kronik dan SOPT dibiarkan tanpa diobati, terus
menerus dibiarkan terjadi obstruksi, maka pada akhirnya akan berakibat kepada
gagal jantung.
Hipoksia
kronis (paru) -> Hipertensi pulmonal -> Hipertrofi kanan jantung (RVH) -> Cor pulmonale ->Gagal jantung Kanan
Pada
Cor pulmonale telah terjadi kelainan struktur dan haemodinamik. Perbedaan
antara cor pulmonale dan gagal
jantung kanan adalah pada cor pulmonale tidak terdapat oedema dan pada gagal
jantung terdapat oedema.
·
LAD
Axis kekiri biasa pada Myocardial
Infarction(MCI) inferior dan hiperkalemi.
4. Gelombang P
Gelombang
P paling jelas dibaca di sadapan I dan II. Normal tinggi gelombang P <2,5 mm
pada lead II, lebar gelombang P <0,11 mm pada lead II. Pada gelombang P,
terdapat 2 kelainan yang diperhatikan :
· P-Pulmonale : gelombang P lebih tinggi dan
lancip dari gambaran normal.
Sering pada hipertrofi atria kanan (RAH), cor
pulmonale dan gagal jantung kanan yang merupakan kelainan akibat komplikasi jantung karena penyakit paru yang
lama. Contoh penyakit paru yang lama adalah PPOK ,bronkiektasis, asma kronik, dan Sindrom Obstruksi Post TB (SOPT).
Setelah RAD, muncul P pulmonale karena atrial ikut hipertrofi akibat dari
tingginya hipertensi pada pulmonal.
· P-Mitral : gelombang P lebih lebar dengan puncaknya
bergelombang.
Apabila terjadi hipertrofi pada atrium kiri
(LAH), maka gangguan katup mitral akan ditemukan.Atrium kiri berdepan dengan
tekanan tinggi dari sistemik menyebabkan terjadi LAH sehingga muncul gelombang
p-mitral. Gejala klinis yang bisa ditemukan pada P-mitral karena gangguan pada
katub mitral adalah sesak, takikardi, gallop, ronki basah halus. Pada thorax
foto biasa ditemukan kardiomegali dan oedem paru.
Kanan
= Pulmonal, Kiri = Sistemik
Pada
P-pulmonale, pikirkan PPOK -> RVH -> RAV -> cor pulmonale -> Gagal
jantung kanan
Pada
P-mitral, pikirkan LAH -> Gagal
jantung kongestif
5. PR Interval
Normal
PR interval 0,12-0,20 (3-5 kotak kecil pada EKG).
·
Interval PR memanjang
pada AV Blok derajat 1.
Masih ringan
tetapi sudah menggambarkan gangguan yang mengancam pada pasien.
·
Interval PR
memendek pada wolff-parkinson-white (WPW) syndrom.
Biasanya langsung masuk ICU
6. QRS Complex
Normal
QRS <0,12 detik (3 kotak kecil). QRS kompleks abnormal pada :
·
blok jantung
(RBBB dan LBBB),
RBBB
: akan ditemukan m-shape, rsR/RsR pada V1 dan V2. Penyebab
RBBB contohnya CAD (Coroner Arterial Dissease terutama pada right ventricle)
dan RVH.
CAD
adalah penyempitan pada coronary artery disebabkan sekelompok
penyakit.Penyempetin terjadi karena ada gangguan di endotel yaitu
atherosclerosis. Semua kondisis yang
menyebabkan atherosclerosis akan meyebabkan CAD. Antara faktor resiko
terjadinya CAD adalah merokok, hipertensi, DM dan kolesterol.
RVH
menghadapi tekanan tinggi di pulmonal (karena PPOK).
RBBB
dengan faktor resiko CAD dibilang RBBB karena CAD (Paru tetap normal). RBBB
dengan PPOK dikatakan RBBB karena RVH (Faktor resiko CAD tidak ada)
LBBB
: ditemukan gelombang S yang dominan pada V1, ST-elevasi yang landai pada V1
dan V2. Penyebab LBBB contohnya CAD (Coroner Arterial Dissease terutama pada
left ventricle) dan LVH (contohnya pada hipertensi).
Sama
seperti RBBB, LBBB juga bisa disebabkan oleh CAD karena penyakit CAD ini
menyeluruh mengenai jantung,
LVH
menghadapi tekanan yang tinggi di sistemik (karena hipertensi).
Pada
LBBB selain gelombang S yang dominan pada V1, turut ditemukan
ST-elevasi.Penyakit yang bersangkutan dengan ST-elevasi adalah myocardial
infarction. Tetapi apabila ada St-elevasi pada kondisi block maka diagnosis
myocardial infarction tidak dapat ditegakkan berdasarkan EKG. Sekiranya ada
ST-elevasi pada kondisi block, maka hanya menjadi dasar untuk mendiagnosis
myocardial infarction.
Untuk
menegakkan diagnosis myocardial infarction diperlukan 3 parameter yaitu enzim
(troponin,LDH,CKMB tetapi troponin sering digunakan karena reaksi yang cepat),
nyeri tipikal (seperti ditindih beban berat sehingga sesak, lemas dan bisa
menjalar ) dan EKG.2/3 krteria ada, maka tertegak diagnosis Myocardial Infarction.
·
hipertrofi (LVH
dan RVH).
LVH
: R (V5 atau V6) + S (V1) = >35mm / >7 kotak besar. Ditemukan
biasanya pada pasien hipertensi (HHD)
Sekiranya ditemukan hipertensi dan EKG nya
LVH, maka diagnosisnya adalah HHD
RVH : Dihitung rasio R/S pada :
V1
: > 1 (normalnya ke bawah)
V5,V6
: <1 (normalnya ke atas)
·
Q patologis
Q
patologis adalah kondisi dimana gelombang Q tidak diikuti oleh gelombang R (QS),
menandakan old MCI.
Jika
Q patologis hanya ditemukan pada V1 saja, masih dianggap normal.
Q
patologis pada V1-V2 menandakan terdapat old MCI anteroseptal.
Q
patologis pada V1-V4 menandakan terdapat old MCI anterior.
Q
patologis pada I, V5-V6 menandakan terdapat old MCI lateral.
Q
patologis pada aVF, lead II dan lead III menandakan terdapat old MCI inferior.
·
Ekstrasistole
Pada
ekstrasistole, sentiasa ada ritma dasar tetapi ada gelombang QRS yang loncat
mendahului.Gelombang QRS itu lebih besar dari normal dan lebih lebar.
Ekstrasistole dibagi menjadi 2 yaitu VES
(Ventrikular Ekstra Sistole) dan SVES
(Supra Ventrikular Ekstra Sistol).
Pada perabaan denyut nadi, akan ditemukan
nadi prematur atau nadi yang muncul lebih cepat dari yang seharusnya. VES dan
SVES hanya dapat dideteksi melalui EKG, tetapi jumlah nadi prematurnya hanya
dapat dideteksi lewat pemeriksaan fisik. VES mengganggu hemodinamik, jika VES
muncul > 6x dalam 1 menit atau bigemini atau trigemini dapat terjadi VT dan
VF yang beresiko terjadi cardiac arrest.
Penyebab
ekstrasistole adalah CAD, imbalance electrolyte (hypokalemia), intoksikasi
(obat-obat anti-aritmia seperti digoxin)
7. ST Segmen
Normalnya
segmen ST datar, pada garis isoelektrik. 2 kelainan yang terjadi pada segmen ST:
· ST depresi :
menandakan miokard iskemik atau efek dari digoksin atau hipertrofi ventrikular.
sekiranya terjadi pada V2-V5, menandakan terjadinya Unstable Angina Pectoris (UAP).
Pada UAP sebaiknya diberikan terapi yang adekuat untuk mencegah terjadinya
infark.
· ST elevasi :
menandakan MCI akut atau LBBB. Ini sebabnya pada blokade jantung sulit
dibedakan ada tidaknya infark.Sekiranya terjadi pada VI-V2, menandakan terjadi
pada area anteroseptal, dan pada V1-V4 pada area anterior.
Nyeri
tipikal, muncul ketika lari didiagnosa sebagai angina pectoris. Penegakan diagnose angina pectoris cukup dengan
anamnesis.
3
bulan kemudian, nyeri tipikal, muncul ketika istirahat didiagnosa sebagai unstable angina pectoris (UAP). UAP
adalah kondisi peralihan.Sekiranya diobati, bakal kembali ke angina
pectoris.Sekiranya tidak diobati bakal menjadi MCI.
EKG
pada UAP akan ditemukan ST depresi (Iskemik) dan pada MCI akan ditemukan St
elevasi. Tetapi untuk menegakkan diagnosis MCI diperlukan 3 parameter yang
telah disebutkan.
Lokasi
terjadinya iskemik atau infarct :
1,
avr =lateral
2,3,
avf = inferior
V1-V2=
anterior septal
V1-V4=
anterior
V1-V6=
anterior extensive
Pengobatan
penyakit jantung koroner ini harus dimulai dengan mengendalikan faktor risiko.
Pemberian
Isosobide dinitrate untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina pectoris.Efek samping dari
pemberiannya bisa menyebabkan sakit kepala.Angina pectoris terjadi karena
supply oxygen tidak cukup akibat dari
penyempitan di pembuluh darah coroner. Maka diperlukan obat vasodilator
untuk melebarkan penyempitan yang berlaku.
Contoh vasodilator adalah amlodipine.
Pada
pasien unstable angina pectoris harus
ditambah pemberian antiplatelets seperti aspirin untuk mencegah thrombosit
seterusnya ikut menempel.Antiplateletes bekerja dengan cara menghambat
hemostasis primer. Untuk menghambat hemostasis skunder, bisa diberikan
heparinagar tidak terbentuk fibrin yang memperparah thrombus. Thrombus inilah yang
membuat nyerinya tidak hilang.(Diberi pada pasien lebam, biru-biru).
Pada
kombinasi 2 antipletelets seperti aspirin dan clopidogrel penggunaan pada
jangka panjang menyebabkan melena. Pertimbangan pemberian 2 antiplatelets ini
adalah untuk mencegah efek yang lebih fatal
yaitu kematian akibat myocardial infarction berbanding efek melena.
Pada
pasien dengan myocardial infarction (MI),
bisa dilihat ejection fractionnya berkurang pada pemeriksaan echocardioagram.Ejection
fraction berkurang karena kerusakan otot jantung yang menyebabkan daya pompanya
berkurangan.Maka harus diberikan terapi kausatif dari awal serangan yaitu thrombolytics.
Thrombolytics
seperti streptokinase dapat mennghancurkan thrombus yang terbentuk. Tetapi
streptokinase harus diberikan pada golden periodnya yaitu 4-6 jam dari waktu
serangan MI. Obat seperti heparin dan aspirin
tidak dapat menghilangkan thrombus yang telah terbentuk, hanya mencegah
pembentukan plaque yang baru.
8. Gelombang T
Terdapat
dua kondisi pada gelombang T.
·
Small,
flattened, inverted T : iskemia,
efek digoksin, LVH
·
Tall T : hiperkalemi, MI hiperakut
Jadi
ada 2 kondisi yang menunjukkan iskemia, yaitu inverted T dan ST depresi