Bimbingan IPD 17 - SOP KEGAWATDARURATAN ILMU PENYAKIT DALAM
Tanggal 22 Maret 2017
Disampaikan oleh :
dr Suzanna Ndraha Sp.PD, KGEH, FINASIM
dr Suzanna Ndraha Sp.PD, KGEH, FINASIM
Diringkas oleh :
Heryawan Chandra
SOP CKD ( Chronic Kidney Disease )
Gagal ginjal bisa terjadi secara akut maupun kronik, yang membedakannya adalah onset, jika akut < 3 bulan dan jika kronik > 3 bulan. Untuk menilai penurunan fungsi ginjal, kita dapat memeriksakan ureum dan kreatinin. Normalnya nilai ureum < 30 mg/dl dan kreatinin <1,5 mg/dl. Standar nilai normal ureum kreatinin berbeda-beda antar laboratorium. Jika pasien datang dengan hasil laboratorium ureum dan kreatini meningkat, kita sudah dapat memikirkan adanya gagal ginjal, namun belum bisa dipastikan apakah ini CKD atau AKI (Acute Kidney Injury). Umumnya penyebab gagal ginjal akut, faktor yang mendasari jugalah penyakit akut seperti diare, sementara pada gagal ginjal kronik penyebab nya juga lah penyakit yang sudah berlangsung lama. Adanya komplikasi yang terjadi pada pasien gagal ginjal juga mendukung ke arah CKD.
Penyakit-penyakit yang mendasari terjadinya CKD diantaranya :
1. Hipertensi
2. Diabetes Mellitus
3. Batu ginjal dengan ISK
4. Glomerulonefritis
5. Systemic Lupus Erythematosus
6. Keganasan
7. Polikistik
Pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya tidak menyebabkan keluhan terhadap pasien. Gejala pada gagal ginjal kronik dengan komplikasi yang akan datang ke IGD, dan biasanya datang dengan keluhan sesak, lemas, dan bisa datang dengan penurunan kesadaran. Tidak semua gagal ginjal kronik datang dengan keluhan yang sama, semua tergantung dengan faktor penyebabnya.
Awalnya penatalaksanaan pasien dengan CKD + komplikasi di IGD, harus di lakukan premedikasi terlebih dahulu, dan bila pasien dengan gejala gagal ginjal kronik yang gagal teratasi diharuskan untuk menjalani Hemodialisis cito.
Contoh gejala gagal ginjal kronik:
a. Oliguri (fluid overload)
Asites dan oedem tungkai biasanya disebabkan karena terjadinya overload akibat cairan tidak dapat diekskresikan dari ginjal dan mengakibatkan penumpukan cairan di dalam tubuh. Terapi yang digunakan untuk fluid overload adalah dengan injeksi furosemide 2-6 amp (100cc)/24 jam apabila terjadi kegagalan dilakukan drip furosemide 10-20 amp (100cc)/24 jam. Apabila gagal maka dilakukan HD CITO.
b. Asidosis Metabolik
Ciri orang yang mengalami asidosis metabolik adalah nafas yang kusmaul (cepat dan dangkal) dan nafas bau aseton. Bila seseorang mengalami asidosis metabolic maka dilakukan koreksi dengan bicnat 0,3 x BB x SBE seluruhnya drip dengan Dx 5% dalam 24 jam. Jika asidosis metabolik tidak teratasi maka harus dilakukan HD CITO.
c. Infeksi dan Anemia
Jika terjadi infeksi maka dokter akan memberikan antibiotic. Setiap antibiotik memiliki efek yang beraneka ragam. Pemberian sulbactan pada terapi kombinasi antibiotik bertujuan untuk menghambat enzim beta lactamase yang diproduksi oleh bakteri. Enzim beta lactamase akan menghancurkan cincin beta lactam pada antibiotik yang memiliki cincin beta lactam seperti ampicillin dan cefoperazon sehingga kerja antibiotik menjadi optimal. Jika terjadi resistensi maka kerja antibiotik tidak ada hasilnya. Diberikan injeksi cefoperazon atau ceftriaksonn 2x1 gram: bila sepsis diberikan imipenem 2x1 gram.
Anemia adalah suatu kondisi tubuh yang terjadi ketika sel darah merah (eritrosit) berada dibawah nilai normal. Hemoglobin dalam sel darah merah berfungsi mengikat oksigen jadi jika seseorang kekurangan sel darah merah atau hemoglobin maka tubuh tidak akan mendapatkan oksigen yang cukup akibatnya timbul gejala anemia seperti lemah lesu lelah lunglai dan letih, nilai normal pada perempuan 12-16 gr/dl dan laki-laki 14-18 gr/dl, dalam dunia medis transfusi dilakukan bila hb kurang dari 8 gr/dl. Jika hb sangat sedikit dalam tubuh maka bisa terjadi gagal jantung. Jika pasien dating dengan SI normal maka diberikan injeksi eritropoetin IV 3x1 minggu 1 unit dan jika SI rendah maka diberikan preparat besi. Terapi dilakukan dengan transfusi PRC 250 cc hanya bila Hb <3g/dl dan syarat diuresis > 1000 cc.
Apabila kedua terapi tersebut gagal atau tidak teratasi maka akan dilakukan HD CITO.
d. Hiperkalemi
Pada kasus yang ditemukan pemberian asam mefenamat akan menyebabkan hyperkalemia mengapa hal tersebut dapat terjadi, karena asam mefenamat bersifat asam dan akan mendorong kalium dari cel dan keluar kedarah sehingga kalium dalam darah akan meningkat. Jika hyperkalemia yang tidak teratasi maka akan dilakukan HD CITO.
e. Ensefalopati
Seseorang yang sudah mengalami ensefalopati maka harus dilakukan HD CITO.
SOP AKI ( acute kidney injury )
Seseorang dengan ureum kreatinin tinggi, Hb normal, tidak ada riwayat penyakit ginjal sebelumnya dan tidak ada penyakit kronik penyebab CKD seperti DM, hipertensi, hiperurisemia maka WD adalah AKI (acute kidney injury). Perlu di cari kemungkinan penyakit yang mendasari dengan onset yang akut contohnya diare, dan pada pemeriksaan USG pasien AKI tidak ditemukan adanya kelainan.
Penyebab AKI terdapat tiga bagian, yaitu prerenal, renal dan postrenal.
a. Prerenal
Jika ureum dan kreatinin berbanding antara lebih dari 1:40, terdapat penyebab yang jelas seperti kehilangan banyak cairan tubuh seperti diare, dehidrasi, muntah-muntah dan pendarahan maka diberikan terapi diberikan cairan 3 L/24 jam, kemudian cek kembali ureum dan kreatinin, bila terjadi perbaikan lanjutkan hidrasi sampai ureum dan kreatinin membaik dan setelah itu diberikan terapi maintenance. Jika terdapat gagal ginjal, maka tidak ada tatalaksana khusus untuk terapi AKI. Tatalaksana pada kasus AKI prerenal dapat di atasi lebih baik
b. Renal
Penyebab terjadinya AKI pada bagian renal karena adanya paparan dari zat kontras, jamu dan analgetik tatalaksananya dengan menghentikan paparan dan tidak ada terapi khusus. Hemodialisa dilakukan jika terdapat sindroma uremia, nafas kussmaul yang tidak dapat diatasi secara medikamentosa dan terdapat ureum yang lebih dari 150 mg%, kalium >7mEq/l, plasma bikarbonat <12mEql.
c.
Postrenal
Pada postrenal terjadi adanya hidronefrosis atau retensio urin. Kenaikan ureum kreatinin akan terjadi bila kedua ginjal mengalami hidronefrosis, jika hanya satu ginjal yang mengalami hidronefrosis belum ada kenaikan ureum kreatinin. Perlu di konfirmasi kembali dengan pemeriksaan USG, dan jika didapatkan adanya penyebab seperti batu maka di konsulkan ke urologi untuk tatalaksananya dengan mengatasi sumbatan. Pada posrenal indikasi dilakukan hemodialisa adalah sebelum tindakan pembedahan tumor atau batu saluran kemih.
SOP Tatalaksana DBD dewasa
Gejala klinis pada DBD adalah demam tinggi 2-7 hari, sakit otot, sakit kepala dan mual. Pasien DBD yang mengalami syok, perdarahan massif seperti hematemesis melena, juga tanpa adanya syok dan tanpa adanya perdarahan dimana Hb dan Ht dalam batas normal namun trombosit didapatkan hasil <100.000/mL ataupun peningkatan dari Hb dan Ht dengan trombosit <150.000/mL diindikasian untuk rawat.
Pasien DBD terdapat indikasi transfuse trombosit jika ada penurunan trombosis <100.000 dan ada perdarahan masif 4-5 mL/kgBB/jam sekitar 250 cc/jam pada BB 50 kg pada pasien hematemesis melena, dan juga adanya penurunan trombosit dari nilai normal yaitu <100.000/uL.
Juga terdapat indikasi untuk pemberian cairan koloid pada DBD, adanya hemokonsentrasi, adanya bukti plasma leakage seperti asites dan efusi pleura, dan juga DSS. Indikasi USG pada kasus DBD jika terdapat mual yang tidak membaik dengan terapi standar dan hemokonsentrasi. Indikasi antibiotik pada DBD adanya infeksi sekunder, DSS, perdarahan saluran cerna dan adanya bukti plasma leakage.
Pada pasien dengan DBD pantau H2TL tiap 24 jam, kecuali jika Ht normal maka tiap 12 jam.
Tatalakksana untuk pasien DSS diguyur RL 20 cc/kg/jam (1000cc/jam bila 50kg) dan evaluasi 120 menit. Apabila tekanan darah sistolik naik >100 mmHg maka diguyur RL 10 cc/kg/jam (500cc/jam bila 50 kg) evaluasi 120 menit. Apabila tekanan daeah stabil drip RL 500cc/4 jam evaluasi selama 48 jam. Bila TD sistolik tidak naik ddan Ht > 30 vol%guyur koloid 10 cc/kg/jam (500cc/jam bila 50 kg) maksimal 1500 cc dalam 24 jam dan selebihnya diberikan kristaloid. Antibiotik di indikasikan untuk proteksi terhadap translokasi bakteri saluran cerna.
SOP Anemia
Anemia bisa terjadi pada perempuan dan laki-laki, tetapi presentasi perempuan lebih banyak mengalami anemia. Indikasi transfusi bila mengancam gagal jantung, adanya pendarahan akut, dan preoperasi. Bila mengancam gagal jantung diberikan terapi infus NaCl 0,9% 6 tpm kemudian di lakukan pemeriksaan gambaran darah tepi, dan dilakukan dilakukan transfusi bertahap 250 cc/hari dan pretransfusi injeksi furosemide. Penyebab jelas anemia disebabkan karena anemia kronik dan anemia akut, apabila anemia kronik harus dicari penyebabnya, biasanya disebabkan karena CKD, dan thalassemia diberikan terapi infus NaCl 0,9% 6tpm, dilakukan transfusi bertahap 250 cc/hari dan pretransfusi dengan injeksi furosemide. Jika anemia akut disebabkan oleh hematemesis melena, hemoptoe, perdarahan pervaginam dll, kemudian langsung dilakukan transfuse sesuai dengan inikasi transfusi apabila ada penyebab perdarahan dan didapatkan Hb > 3g%. Jika penyebab bukan perdarahan tunda semua langkah diagnostic, transfusi, batasan cairan.
SOP Hematemesis Melena
Seseorang yang mengalami hematemesis melena biasanya disebabkan karena sering meminum jamu-jamuan untuk anti nyeri sehingga mengalami muntah darah dan BAB berwarna hitam maka diberikan terapi infus NaCl 0,9% (tetesan sesuai hemodinamik tanpa adona), kemudian diberikan infus koloid bila syok dan transfusi PRC sesuai hasil Hb. Jika terdapat klinis sirosis seperti asites, hepatitis, trombositopenia, pansitopenia maka diberikan omeprazole 80 mg IV, dilanjutkan 8mg/jam selama perdarahan aktif dan masif, pemberian vitamin k dan yang terpenting diet DH I cair 6 x 150-200 cc. Jika pasien non sirosis maka diterapi omeprazole 80 mg IV, dilanjutkan 8mg/jam selama perdarahan aktif dan masif, sucralfat, diet DL I cair 6 x 150-200 cc.
SOP Asam Basa Elektrolit
Pasien dengan asidosis metabolic ditemukan jika pH < 7 diberikan dekstrose 5% dengan dosis 0,3 x BB (kg) x SBE (mmol/L) drip 24 jam pada CKD diberikan dosis penuh. Jika asidosis respiratorik tidak dilakukan koreksi tapi dibukakan jalan nafas karena asidosis respiratorik CO2 bersifat asam dan menjadikan vasokonstriksi dan diberikan bronkodilator untuk dibukakan jalan nafas. Seseorang dengan hypokalemia dengan hasil K<2,5 mmol diberikan NaCl 0,9 % dalam 500 cc dengan dosis 25 mmol pasien dengan hypokalemia tidak boleh diberikan Dextros 5 %. Hiponatremia tanpa edema dimana Na < 120 mmol/L diberikan terapi NaCl 3%, jika diberikan NaCl 3% lebih dari 6 tpm maka bisa menyebabkan ensefalopati.
SOP Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati hepatikum di identifikasi dan atasi faktor pencetus dan diberikan diet protein 10 gr/hr (DH I) kemudian diet 30 gr/hr (DH II) kemudian 60 gr/hr (DH III) dan diet 1,5 gr/kg/hr (DH IV). Berikan laktulosa 60-120 ml/hari dan berikan antibiotik seperti neomisin dan metronidazole jufa diberikan klisma dan diberikan LOLA (L-Ornitin L-Aspartat drip iv 20 gram/hari selama fase akut dan diberikan maintenance oral 3x3 gram.
No comments:
Post a Comment