Disampaikan oleh:
dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD, KGEH, FINASIM
Diringkas oleh:
Citra Tanti
Apa Itu Graves' Disease?
Graves’
disease merupakan kelainan sistem imun yang menyebabkan adanya produksi hormon
tiroid yang berlebihan. Ini disebabkan
adanya antibodi yang bekerja seperti TSH sehingga produksi T3 dan T4 meningkat
dari kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh. Grave’s disease sebagian besar dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti gen, jenis kelamin, stress, kehamilan,
serta adanya kemungkinan infeksi.
Hormon
tiroid memiliki peranan yang vital dalam mengatur metabolisme tubuh.
Peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah memacu peningkatan kecepatan
metabolisme di seluruh tubuh. Salah satu gejala yang umum ditemui pada
penderita hipertiroid adalah intoleransi panas dan berkeringat berlebihan
karena peningkatan kadar tiroid memacu peningkatan basal metabolic rate. Selain
itu hipertiroidisme juga mempengaruhi sistem kardiorespiratori menyebabkan
kondisi palpitasi, takikardi dan dyspnea umum ditemukan pada pasien
hipertiroidisme
Akibat
stimulasi sistem saraf adrenergik berlebihan, muncul gejala-gejala psikiatrik
seperti rasa cemas berlebihan, mudah tersinggung dan insomnia. Peningkatan
kecepatan metabolisme menyebabkan pasien hipertiroidisme cepat merasa lapar dan
nafsu makan bertambah, namun demikian terjadi penurunan berat badan secara
signifikan dan peningkatan frekuensi defekasi. Pada pasien Graves’ disease,
gejala klinis juga dapat berupa inflamasi dan edema di otot mata (Graves’ ophtalmopathy) dan gangguan
kulit lokal (myxedema).
Untuk membantu menegakkan diagnosis
pasien menderita Graves’ disease perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dapat kita temukan
adalah
·
Adanya struma melalui inspeksi/palpasi
·
Tekanan darah yang meningkat
·
Kulit menjadi hangat
·
Gejala pada mata yaitu exoftalmus
·
Tremor perifer
Setelah
melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis Graves’ disease yaitu pemeriksaan laboratorium seperti TSH serum,
kadar hormon tiroid (T3 dan T4) total dan bebas. Pada pasien Graves’ disease,
kadar TSH ditemukan rendah disertai peningkatan kadar hormon tiroid. Pemeriksaan
penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu melalui elektrokardiogram (EKG) yang
akan menunjukkan hasil adanya gambaran atrial fibrilasi dan melalui USG untuk
mengonfirmasi nodul ke arah ganas atau jinak.
Rencana terapi yang dianjurkan untuk
graves’ disease adalah pemberian obat anti tiroid yang bekerja dengan
menghambat sintesis hormon tiroid sebagai immunosupresan. Obat anti tiroid yang
dapat diberikan yaitu PTU dengan dosis
3x 100 mg atau tirozol dengan dosis 2x10 mg pada kasus ringan. Selain pemberian
terapi di atas, pasien Graves’ disease perlu mendapatkan terapi dengan
beta-blocker. Beta-blocker digunakan untuk mengatasi keluhan seperti tremor,
takikardia dan rasa cemas berlebihan. Golongan beta-blocker yng dapat diberikan
yaitu propranolol dengan dosis 1x10 mg.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat
penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan
terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali dalam sebulan
untuk menilai perkembangan klinis yang berfungsi untuk menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis
dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat
mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis
terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid. Setelahitu, evaluasi
dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Parameter biokimia yang
digunakan adalah FT-4 dan kadar TSH, sedangkan parameter klinis yang dievaluasi
ialah berat badan, nadi, tekanan darah, dan mata.
No comments:
Post a Comment