Saturday, October 12, 2013

Suzanna Ndraha Penelitian: Kadar Amonia Darah pada Pasien Sirosis Hati dengan Ensefalopati di RSUD Koja






KADAR AMONIA DARAH

PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN ENSEFALOPATI
DI RSUD KOJA

Suzanna Ndraha, Fendra Wician, Mardi Santoso
Staf Pengajar SMF Penyakit Dalam FK UKRIDA

Alamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Abstrak

Latar belakang. Peningkatan pembentukan amonia banyak diyakini sebagai faktor utama dalam patogenesis ensefalopati hepatikum (EH). Namun di RSCM dan RSUD Koja belum pernah diteliti apakah pada pasien sirosis hati dengan ensefalopati memang ditemukan peningkatan kadar amonia darah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar amonia darah pada pasien sirosis hati dengan ensefalopati. Tujuan kedua adalah menilai presisi alat Ammonia checker kit II.

Metoda. Semua pasien sirosis hati yang berkunjung ke RSCM dan RSUD Koja dalam periode Juni-Agustus 2009 dievaluasi. Kriteria inklusi adalah sirosis hati dengan ensefalopati, yang diukur dengan tes critical flicker frequency (CFF). Nilai CFF <39 Hz dinyatakan sebagai ensefalopati. Kadar amonia darah diukur dengan Ammonia checker kit II. Nilai normal adalah < 54 mol/L. Presisi alat Ammonia checker II dinilai dengan memeriksa 10 pasien sirosis hati sebanyak masing-masing 2 kali pemeriksaan
Hasil. Didapatkan 28 orang penderita sirosis hati, 26 (92,9%) laki-laki dan 2 (7,1%) perempuan yang memenuhi kriteria ensefalopati dan bersedia diperiksa kadar amonia darahnya. Sebagian besar (67,9%) berusia 40-60 tahun, dan hampir semua (92,9%) child B. Hasil amonia darah semua diatas normal, bervariasi antara 87- 205 mol/L dengan rata-rata 133,7 32,2 mol/L. Hasil uji presisi terhadap 10 pasien sirosis adalah kedua hasil berkorelasi signifikan (p=0,037, r=0.439).

Kesimpulan: Didapatkan peningkatan amonia darah pada semua pasien dengan ensefalopati (tes CFF <39 Hz). Presisi ammonia checker II terhadap 10 pasien sirosis hati adalah baik (p<0.05)

Keywords: Sirosis hati, ensefalopati, tes critical flicker frequency, kadar amonia, Ammonia checker kit II

Abstract

Background. The elevation of ammonia as a result of poor hepatic function and portosystemic shunting, has been considered to have an important role in the pathogenesis of hepatic encephalopathy. However, in Ciptomangunkusumo hospital and Koja hospital no study had been conducted to evaluate whether blood ammonia increase in liver cirrhosis with encephalopathy. Aim of this study was to investigate blood ammonia level in liver cirrhosis patients with encephalopathy. The second aim was to evaluate the precision of Ammonia checker kit II.

Method. All liver cirrhosis patients attending Ciptomangunkusumo hospital and Koja hospital during June-Agust, 2009 was evaluated. The inclusion criteria was liver cirrhosis with encephalopathy, measured with critical flicker frequency (CFF) test. The CFF below 39 Hz was considered to be encephalopathy. Blood ammonia level was measured with Ammonia checker kit II. The normal value was < 54 mol/L. The precision of Ammonia checker II was evaluate by performing the test to 10 liver cirrhosis patients 2 times for each patients.

Result. There were 28 liver cirrhosis patients, 26 (92,9%) male and 2 (7,1%) female fulfilled the inclusion criteria. Almost all patients (92,9%) were Child Pugh B, and 67,9% were 40-60 years old. All of the blood ammonia level increases, ranging from 87- 205 mol/L with mean 133,7 32,2 mol/L. The precision test for the 10 liver cirrhosis patients revealed significant correlation (p=0,037, r=0.439).
Conclusion: There was an elevation of blood ammonia level in liver cirrhosis patients with encephalopathy. Precision of ammonia checker II for 10 liver cirrhosis patients was moderately good (p<0.05) .

Keywords: liver cirrhosis, encephalopathy, critical flicker frequency test, blood ammonia level, Ammonia checker kit II

Pendahuluan

Ensefalopati hepatik (EH) adalah sindrom disfungsi neuropsikiatri yang disebabkan oleh portosystemic venous shunting, dengan atau tanpa penyakit intrinsik liver. Pasien dengan EH sering menunjukkan perubahan status mental mulai dari kelainan psikologik ringan hingga koma dalam.1 Amonia adalah neurotoksin yang pada dosis tinggi menimbulkan kejang dan kematian. Kadar amonia dalam otak, cairan serebrospinal dan arteri berkorelasi baik dengan stadium klinik EH.2 Peningkatan amonia dapat terjadi akibat peningkatan pembentukan amonia, menurunnya kemampuan detoksifikasi hati akibat hipoksia hepatik, dan peningkatan difusi amonia yang melalui sawar darah otak.1,3

Peningkatan pembentukan amonia dapat terjadi akibat tingginya asupan protein, konstipasi, perdarahan saluran cerna, infeksi, azotemia, hipokalemia. Dehidrasi, hipotensi arteri, hipoksemia, anemia, menurunkan kemampuan detoksifikasi hati karena hipoksia hepatik. Progresivitas penyakit hati dan degenerasi hepatoma menurunkan kemampuan metabolisme toksin oleh hati karena penurunan fungsi cadangan hati. Perlambatan transit orosekal dilaporkan sering terjadi pada sirosis hati, dan ini membuat protein usus lebih terpapar dengan bakteri sehingga produksi amonia meningkat.4
Peningkatan amonia menimbulkan deplesi glutamat otak, padahal glutamat adalah neurotransmiter eksitatori utama di otak. Hiperamonemia juga menimbulkan stres oksidatif di mitokondria. Stres oksidatif ini mengaktifkan nuclear factor kappa B, yang kemudian mengaktifkan iNOS (inducible nitric oxide synthase), lalu menghasilkan nitric oxide, yang akhirnya menyebabkan disfungsi astrosit.5,6

Di RSUD Koja belum pernah diteliti apakah pada pasien sirosis hati dengan ensefalopati memang ditemukan peningkatan kadar amonia darah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar amonia darah pada pasien sirosis hati dengan ensefalopati. Tujuan kedua adalah menilai presisi alat Ammonia checker kit II.

Bahan dan cara

Penelitian bersifat observasional, cross sectional, dilakukan di RSUD Koja di bulan Juni 2009 – Agustus 2009, pada pasien sirosis hati yang mengunjungi poli Penyakit Dalam. Pasien dieksklusi bila ada infeksi akut dan gangguan neurologis lain. Kriteria inklusi adalah sirosis hati dengan ensefalopati hepatik minimal, yang diukur menggunakan alat HEPAtonormTM Analyzer. Nilai CFF < 39 Hz menunjukkan EH.7 Pada semua pasien yang memenuhi criteria inklusi, diperiksa kadar ammonia dengan menggunakan Ammonia checker kit II. Sampel darah diambil dari telinga dengan pipet kapiler. Darah dari pipet dipindahkan ke stik amonia, selanjutnya stik amonia ditempatkan pada alat amonia checker untuk dibaca dengan metoda mikrodifusi. Nilai normal menggunakan alat ini adalah < 54 mol/L. Untuk menilai presisi alat, pemeriksaan ini dilakukan pada 10 pasien sirosis hati sebanyak masing-masing 2 kali pemeriksaan. Analisis data bivariat dilakukan dengan menggunakan SPSS 15, dan disajikan dalam tabel.

Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian pada 28 pasien sirosis hati, dengan hasil sebagaimana disajikan pada tabel 1. 

Tabel 1. Karakteristik 28 pasien sirosis hati
Karakteristik
n
%
1.
Jenis kelamin



a.
Laki-laki
26
92,9

b.
Perempuan
2
7,1
2.
Usia



a.
< 40 tahun
3
10,7

b.
40-60 tahun
19
67,9

c.
> 60 tahun
6
21,4
3.
Skor Child Pugh



a.
Child Pugh A
1
3,5

b.
Child Pugh B
26
92,9

c.
Child Pugh C
1
3,5
data disajikan dalam n (%)

Didapatkan 26 laki-laki dan 2 perempuan, terbanyak pada kelompok usia 40-60 tahun (67,9%). Sebagian besar mempunyai skor Child Pugh B (92,9%). Hasil pengukuran kadar amonia darah terlihat pada gambar 1.



Selanjutnya dilakukan uji presisi terhadap 10 pasien sirosis hati, dan hasil uji presisi terhadap 10 pasien sirosis adalah kedua hasil berkorelasi signifikan (p=0,037, r=0.439)

Pembahasan

Dari 28 pasien yang diteliti, didapatkan 92,9% laki-laki dan 7,1% perempuan. Pada literatur memang didapatkan bahwa prevalensi sirosis hati memang terbanyak pada laki-laki.8,9 Studi ini mendapatkan hasil amonia darah dari 28 subjek yang diperiksa semua diatas normal, bervariasi antara 87- 205 mol/L dengan rata-rata 133,7 32,2 mol/L. Penemuan ini mendukung teori tentang peranan amonia dalam patogenesis ensefalopati hepatikum.2,3,5
Pemeriksaan ammonia sebenarnya merupakan pemeriksaan yang sulit karena pengambilan sampel darah tidak boleh dilakukan dengan manipulasi, dan pemeriksaan harus segera dilakukan setelah pengambilan sampel darah. Karena kesulitan tersebut maka dalam studi ini dipilih alat pemeriksaan Ammonia checker kit II, yang dapat memeriksa ammonia langsung di dekat pasien.10

Hasil uji presisi terhadap 10 pasien sirosis adalah kedua hasil berkorelasi signifikan menunjukkan bahwa alat Ammonia checker kit II cukup bias dipercaya untuk pemeriksaan kadar ammonia darah. Kelemahan studi ini adalah jumlah sampel sedikit dan jangka waktu pelaksanaannya hanya 3 bulan. Studi ini juga tidak membedakan angka EHM pada masing-masing kelas Child Pugh, juga tidak membedakan penderita sirosis hati dengan gizi cukup maupun gizi kurang.

Kesimpulan

Didapatkan peningkatan amonia darah pada semua pasien dengan ensefalopati (tes CFF <39 Hz). Presisi ammonia checker II terhadap 10 pasien sirosis hati adalah baik (p<0.05)


Daftar Pustaka
On request

Publikasi: 
Penelitian ini dipublikasi di Jurnal Kedokteran Meditek vol 18, No 46, Januari-April 2012
Jurnal Kedokteran Meditek diterbitkan oleh: Unit Penelitian, Publikasi dan Pelatihan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta