KADAR AMONIA DARAH
PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN ENSEFALOPATI
DI RSUD KOJA
Suzanna Ndraha, Fendra Wician, Mardi Santoso
Staf
Pengajar SMF Penyakit Dalam FK UKRIDA
Alamat
Korespondensi Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Abstrak
Latar belakang. Peningkatan pembentukan amonia
banyak diyakini sebagai faktor utama dalam patogenesis ensefalopati
hepatikum (EH). Namun di RSCM dan RSUD Koja belum pernah diteliti apakah pada
pasien sirosis hati dengan ensefalopati memang ditemukan peningkatan kadar
amonia darah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar amonia darah pada
pasien sirosis hati dengan ensefalopati. Tujuan kedua adalah menilai presisi
alat Ammonia checker kit II.
Metoda.
Semua pasien
sirosis hati yang berkunjung ke RSCM dan RSUD Koja dalam periode Juni-Agustus
2009 dievaluasi. Kriteria inklusi adalah sirosis hati dengan ensefalopati,
yang diukur dengan tes critical flicker frequency (CFF). Nilai
CFF <39 Hz dinyatakan sebagai ensefalopati. Kadar amonia darah diukur dengan
Ammonia checker kit II. Nilai normal adalah < 54 mol/L. Presisi alat
Ammonia checker II dinilai dengan memeriksa 10 pasien sirosis hati sebanyak
masing-masing 2 kali pemeriksaan
Hasil.
Didapatkan 28
orang penderita sirosis hati, 26 (92,9%) laki-laki dan 2 (7,1%) perempuan yang
memenuhi kriteria ensefalopati dan bersedia diperiksa kadar amonia
darahnya. Sebagian besar (67,9%) berusia 40-60 tahun, dan hampir semua (92,9%) child
B. Hasil amonia darah semua diatas normal, bervariasi antara 87- 205 mol/L
dengan rata-rata 133,7 32,2 mol/L. Hasil uji presisi terhadap 10 pasien sirosis
adalah kedua hasil berkorelasi signifikan (p=0,037, r=0.439).
Kesimpulan: Didapatkan peningkatan amonia
darah pada semua pasien dengan ensefalopati (tes CFF <39 Hz). Presisi
ammonia checker II terhadap 10 pasien sirosis hati adalah baik (p<0.05)
Keywords: Sirosis hati, ensefalopati, tes
critical flicker frequency, kadar amonia, Ammonia checker
kit II
Abstract
Background.
The elevation of
ammonia as a result of poor hepatic function and portosystemic shunting, has
been considered to have an important role in the pathogenesis of hepatic
encephalopathy. However, in Ciptomangunkusumo hospital and Koja hospital no
study had been conducted to evaluate whether blood ammonia increase in liver
cirrhosis with encephalopathy. Aim of this study was to investigate blood
ammonia level in liver cirrhosis patients with encephalopathy. The second aim
was to evaluate the precision of Ammonia checker kit II.
Method. All liver cirrhosis patients
attending Ciptomangunkusumo hospital and Koja hospital during June-Agust, 2009
was evaluated. The inclusion criteria was liver cirrhosis with encephalopathy,
measured with critical flicker frequency (CFF) test. The CFF below 39 Hz
was considered to be encephalopathy. Blood ammonia level was measured
with Ammonia checker kit II. The normal value was < 54 mol/L. The precision
of Ammonia checker II was evaluate by performing the test to 10 liver cirrhosis
patients 2 times for each patients.
Result. There were 28 liver cirrhosis
patients, 26 (92,9%) male and 2 (7,1%) female fulfilled the inclusion criteria.
Almost all patients (92,9%) were Child Pugh B, and 67,9% were 40-60 years old.
All of the blood ammonia level increases, ranging from 87- 205 mol/L with mean
133,7 32,2 mol/L. The precision test for the 10 liver cirrhosis patients
revealed significant correlation (p=0,037, r=0.439).
Conclusion: There was an elevation of blood
ammonia level in liver cirrhosis patients with encephalopathy. Precision
of ammonia checker II for 10 liver cirrhosis patients was moderately good
(p<0.05) .
Keywords: liver cirrhosis,
encephalopathy, critical flicker frequency test, blood ammonia level, Ammonia
checker kit II
Pendahuluan
Ensefalopati
hepatik (EH) adalah sindrom disfungsi neuropsikiatri yang disebabkan oleh portosystemic
venous shunting, dengan atau tanpa penyakit intrinsik liver. Pasien dengan
EH sering menunjukkan perubahan status mental mulai dari kelainan
psikologik ringan hingga koma dalam.1 Amonia adalah neurotoksin yang
pada dosis tinggi menimbulkan kejang dan kematian. Kadar amonia dalam otak,
cairan serebrospinal dan arteri berkorelasi baik dengan stadium klinik EH.2
Peningkatan amonia dapat terjadi akibat peningkatan pembentukan amonia,
menurunnya kemampuan detoksifikasi hati akibat hipoksia hepatik, dan
peningkatan difusi amonia yang melalui sawar darah otak.1,3
Peningkatan pembentukan amonia dapat terjadi akibat
tingginya asupan protein, konstipasi, perdarahan saluran cerna, infeksi,
azotemia, hipokalemia. Dehidrasi, hipotensi arteri, hipoksemia, anemia,
menurunkan kemampuan detoksifikasi hati karena hipoksia hepatik. Progresivitas
penyakit hati dan degenerasi hepatoma menurunkan kemampuan metabolisme toksin
oleh hati karena penurunan fungsi cadangan hati. Perlambatan transit orosekal
dilaporkan sering terjadi pada sirosis hati, dan ini membuat protein usus lebih
terpapar dengan bakteri sehingga produksi amonia meningkat.4
Peningkatan
amonia menimbulkan deplesi glutamat otak, padahal glutamat adalah
neurotransmiter eksitatori utama di otak. Hiperamonemia juga menimbulkan stres
oksidatif di mitokondria. Stres oksidatif ini mengaktifkan nuclear factor
kappa B, yang kemudian mengaktifkan iNOS (inducible nitric oxide synthase),
lalu menghasilkan nitric oxide, yang akhirnya menyebabkan disfungsi
astrosit.5,6
Di RSUD Koja belum pernah diteliti apakah pada
pasien sirosis hati dengan ensefalopati memang ditemukan peningkatan kadar amonia
darah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar amonia darah pada pasien
sirosis hati dengan ensefalopati. Tujuan kedua adalah menilai presisi alat
Ammonia checker kit II.
Bahan dan cara
Penelitian bersifat observasional, cross
sectional, dilakukan di RSUD Koja di bulan Juni 2009 – Agustus 2009, pada
pasien sirosis hati yang mengunjungi poli Penyakit Dalam. Pasien dieksklusi
bila ada infeksi akut dan gangguan neurologis lain. Kriteria inklusi adalah
sirosis hati dengan ensefalopati hepatik minimal, yang diukur menggunakan alat HEPAtonormTM
Analyzer. Nilai CFF < 39 Hz menunjukkan EH.7 Pada semua
pasien yang memenuhi criteria inklusi, diperiksa kadar ammonia dengan
menggunakan Ammonia checker kit II. Sampel darah diambil dari telinga dengan
pipet kapiler. Darah dari pipet dipindahkan ke stik amonia, selanjutnya stik
amonia ditempatkan pada alat amonia checker untuk dibaca dengan metoda
mikrodifusi. Nilai normal menggunakan alat ini adalah < 54 mol/L. Untuk
menilai presisi alat, pemeriksaan ini dilakukan pada 10 pasien sirosis hati
sebanyak masing-masing 2 kali pemeriksaan. Analisis data bivariat dilakukan
dengan menggunakan SPSS 15, dan disajikan dalam tabel.
Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian pada
28 pasien sirosis hati, dengan hasil sebagaimana disajikan pada tabel 1.
Tabel
1. Karakteristik 28 pasien sirosis hati
Karakteristik
|
n
|
%
|
||
1.
|
Jenis kelamin
|
|||
a.
|
Laki-laki
|
26
|
92,9
|
|
b.
|
Perempuan
|
2
|
7,1
|
|
2.
|
Usia
|
|||
a.
|
< 40 tahun
|
3
|
10,7
|
|
b.
|
40-60 tahun
|
19
|
67,9
|
|
c.
|
> 60 tahun
|
6
|
21,4
|
|
3.
|
Skor Child Pugh
|
|||
a.
|
Child Pugh A
|
1
|
3,5
|
|
b.
|
Child Pugh B
|
26
|
92,9
|
|
c.
|
Child Pugh C
|
1
|
3,5
|
data
disajikan dalam n (%)
Didapatkan 26 laki-laki dan 2 perempuan, terbanyak pada kelompok usia 40-60 tahun (67,9%). Sebagian besar mempunyai skor Child Pugh B (92,9%). Hasil pengukuran kadar amonia darah terlihat pada gambar 1.
Selanjutnya dilakukan uji presisi terhadap 10 pasien sirosis hati, dan hasil uji presisi terhadap 10 pasien sirosis adalah kedua hasil berkorelasi signifikan (p=0,037, r=0.439)
Pembahasan
Dari
28 pasien yang diteliti, didapatkan 92,9% laki-laki dan 7,1% perempuan. Pada
literatur memang didapatkan bahwa prevalensi sirosis hati memang terbanyak pada
laki-laki.8,9 Studi ini mendapatkan hasil amonia darah dari 28
subjek yang diperiksa semua diatas normal, bervariasi antara 87- 205 mol/L
dengan rata-rata 133,7 32,2 mol/L. Penemuan ini mendukung teori tentang peranan
amonia dalam patogenesis ensefalopati hepatikum.2,3,5
Pemeriksaan
ammonia sebenarnya merupakan pemeriksaan yang sulit karena pengambilan sampel
darah tidak boleh dilakukan dengan manipulasi, dan pemeriksaan harus segera
dilakukan setelah pengambilan sampel darah. Karena kesulitan tersebut maka
dalam studi ini dipilih alat pemeriksaan Ammonia checker kit II, yang dapat
memeriksa ammonia langsung di dekat pasien.10
Hasil
uji presisi terhadap 10 pasien sirosis adalah kedua hasil berkorelasi
signifikan menunjukkan bahwa alat Ammonia checker kit II cukup bias dipercaya
untuk pemeriksaan kadar ammonia darah. Kelemahan studi ini adalah jumlah sampel
sedikit dan jangka waktu pelaksanaannya hanya 3 bulan. Studi ini juga tidak
membedakan angka EHM pada masing-masing kelas Child Pugh, juga tidak membedakan
penderita sirosis hati dengan gizi cukup maupun gizi kurang.
Kesimpulan
Didapatkan
peningkatan amonia darah pada semua pasien dengan ensefalopati (tes CFF <39
Hz). Presisi ammonia checker II terhadap 10 pasien sirosis hati adalah baik
(p<0.05)
Daftar Pustaka
On request
Publikasi:
Penelitian ini dipublikasi di Jurnal Kedokteran Meditek vol 18, No 46, Januari-April 2012
Jurnal Kedokteran Meditek diterbitkan oleh: Unit Penelitian, Publikasi dan Pelatihan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
No comments:
Post a Comment